Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
PRESIDEN Prancis Francois Hollande menyerukan untuk mengintensifkan hubungan antara Eropa dan Asia dalam menghadapi 'isolasionisme' yang kembali bangkit di Amerika Serikat dan Eropa.
Hal itu diutarakan Hollande di kampus Prancis di Singapura, ESSEC Business School, Minggu (26/3).
Ia juga dijadwalkan berkunjung ke Malaysia dan Indonesia.
Ini akan menjadi lawatan internasional terakhir menjelang berakhirnya masa jabatan lima tahunnya.
Politikus Partai Sosialis itu melakukan pertemuan dengan mahasiswa, guru, dan pemimpin bisnis dari Prancis selama kunjungan yang difokuskan terutama pada isu-isu ekonomi.
"Saya mengimbau bagi kita untuk mengintensifkan pertukaran, perdagangan, perjanjian politik, dan budaya kita," ujarnya.
"Ini semua sangat dibutuhkan karena ada kebangkitan proteksionisme, isolasionisme, dan kesangsian atas lembaga-lembaga internasional," kata Hollande dalam sebuah kiasan yang jelas ditujukan kepada Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump.
Eropa, ujar Hollande, harus memberi tahu Asia bahwa banyak yang bisa dilakukan kedua pihak bersama.
"Banyak hal pula yang harus dipertahankan dan dipromosikan."
Prancis dan Asia, menurut dia, memiliki konsep kemerdekaan dan keamanan yang sama.
Hollande merujuk pada tingginya kerja sama militer antara Paris dan Singapura, seperti pelatihan pilot pesawat tempur Singapura di Prancis
dan kerja sama keamanan siber.
Hollande akan mengadakan pembicaraan dengan rekan sejabatnya dari Singapura, Tony Tan Keng Yam.
Pada Senin (27/3), ia akan membuka forum yang terdiri dari 170 pengusaha start-up yang memiliki posisi di Singapura dan menyampaikan pidato seputar situasi regional dan internasional pada konferensi Singapura bergengsi.
Pada Selasa (28/3), ia melawat ke Malaysia yang memiliki hubungan pertahanan dengan Prancis.
Lawatan Hollande berakhir Rabu (29/3) di Indonesia.
Ini menjadi kunjungan pertama kepala negara Prancis setelah Francois Mitterrand pada 1986. (AFP/Hym/I-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved