Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
KEPERGIAN Yahya Jammeh bulan lalu membawa kebahagiaan bagi banyak penduduk Gambia, termasuk Sarjo Manneh. Ia percaya bahwa sepeninggal Jammeh, anaknya yang hilang tujuh tahun lalu akan kembali.
Ebrima Manneh, anak Sarjo Manneh, ialah wartawan surat kabar propemerintah, Harian Observer. Suatu hari pada 2016, agen Badan Intelijen Nasional (NIA) muncul di Kantor Observer dan membawa Ebrima pergi. Sejak itu tak ada lagi yang pernah melihat Ebrima.
Informasi keberadaannya simpang siur. Pada 2009, Jaksa Agung Marie Saine Firdaus mengatakan Ebrima tidak berada di tahanan negara. Sementara itu, kepala polisi saat itu mengaku Ebrima telah menetap di Amerika Serikat.
Akhirnya, Jammeh kalah secara mengejutkan pada Desember setelah 22 tahun berkuasa. Banyak tahanan politik dilepaskan pascakekalahan itu. Namun, hal itu tidak berlaku bagi wartawan. Sebulan berlalu, Manneh masih menunggu.
"Harapan saya hancur," ujar Manneh. Meskipun dilanda kesedihan, Manneh bertekad terus mengejar keadilan dan menumpas sistem yang membiarkan polisi rahasia serta pembunuh terlatih menghabisi nyawa yang tidak terhitung jumlahnya.
"Saya ingin Jammeh dibawa ke lembaga pengadilan tindak pidana, juga mereka yang bertanggung jawab atas hilangnya anak saya," ujar Manneh.
Selain Ebrima, nasib serupa dialami Tumani Jallow, anggota pasukan elite pelindung Jammeh. Tentara itu bahkan memiliki status tinggi di masyarakat. Namun, ketika NIA datang, semua tak berarti apa-apa. Jallow ditangkap pada September 2016 dan hilang hingga saat ini.
"Dia (Jallow) dan dua rekannya di Angkatan Bersenjata Gambia ditangkap NIA tak lama setelah pembakaran di markas partai yang berkuasa," ujar adik Jallow, Buba Sawo.
Hampir setiap lini masyarakat memang menjadi target NIA dan 'Junglers', yakni skuat kematian milik Jammeh.
Pemerintahan baru di bawah Presiden Adama Barrow bertekad membawa keadilan untuk keluarga, seperti Manneh dan Jallow, meskipun negeri kecil di Afrika Barat itu tengah terperosok krisis keuangan.
Barrow berjanji mereformasi NIA, mengubah nama lembaga yang dahulu menjadi alat Jammeh itu. Mengganti kepalanya dan menjanjikan pelatihan bagi para analis dan tim penasihat negara.
Menteri Dalam Negeri Mai Fatty mengatakan akan membentuk lembaga untuk menyelidiki 'situs hitam' yang mungkin masih menahan sejumlah orang. "Beberapa orang mungkin masih ditahan dan tidak diketahui karena pemerintah sebelumnya memiliki banyak pusat penahanan yang tidak diungkapkan ke publik," ujar Fatty. (AFP/Indah Hoesin/I-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved