Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
PEMERINTAH terus memantau pergerakan tiga warga negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok milisi Abu Sayyaf. Ketiga sandera itu diketahui ditahan di Pulau Sulu, Filipina.
"Dari waktu ke waktu kami terus memantau. Walaupun berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, keberadaan mereka terus dalam pantauan kami," jelas Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi di Jakarta, kemarin.
Tujuh WNI saat ini disandera oleh kelompok Abu Sayyaf. Mereka ditangkap kelompok Abu Sayyaf dalam dua kejadian yang berbeda, yakni pada Desember 2016 dan terakhir pada 19 Januari lalu.
Pada kejadian terakhir, tiga ABK WNI hilang dari sebuah kapal nelayan di Perairan Taganak, Sabah, Malaysia. Kapal itu kemudian dilaporkan diculik dan disandera di Pulau Sulu, Filipina Selatan.
Menurut juru bicara Kemenlu RI, Arrmanatha Nasir, upaya pembebasan mereka masih terus dilakukan bersama dengan pemerintah Filipina dan pemilik kapal. "Upaya terus dilakukan. Komunikasi kami dengan pemerintah Filipina dan perusahaan kapal terus diupayakan. Yang penting memastikan bahwa sandera kita dalam kondisi baik," kata Arrmanatha, dalam keterangan pers kemarin.
Terkait satu orang diduga WNI yang ditahan oleh otoritas Malaysia karena diduga anggota kelompok radikal, Arrmanatha mengatakan masih diselidiki. "Kami sudah meminta izin kunjung kepada yang bersangkutan untuk memastikan terlebih dahulu identitasnya, benar WNI atau bukan. Dia memegang kartu identitas kependudukan Malaysia, tetapi pegang paspor Indonesia juga," jelasnya.
Penyelundupan senjata
Dalam dugaan penyelundupan senjata yang dilakukan kontingen Polri Formed Policy Unit (FPU) VIII di Bandara Al Fashir, Sudan, Menlu Retno mengatakan pemerintah telah mengirim tim bantuan hukum untuk menyelidiki kebenaran laporan tersebut. Menurut Retno, tim bantuan hukum tengah mengupayakan akses terhadap barang bukti kasus tersebut.
"Diskusi-diskusi sedang dijalankan. Mudah-mudahan kami bisa memulai akses terhadap barang bukti serta akses untuk bertemu dan melakukan pendalaman dengan anggota kontingen kita," ujarnya.
Hingga kini, sebanyak 139 personel Polri yang menjadi anggota FPU VIII tertahan kepulangan karena menunggu hasil investigasi atas kasus penyelundupan senjata.
Otoritas Sudan menduga kontingen Indonesia mencoba menyelundupkan senjata dan amunisi yang disamarkan seperti mineral berharga.
Dijelaskan Menlu, tim bantuan hukum Indonesia tiba di Al Fashir pada 31 Januari lalu. Tim langsung bergerak untuk meminta akses terhadap barang bukti kepada otoritas Sudan yang berada di Khartoum, pemerintah lokal Al Fashir, dan pihak misi penjaga perdamaian PBB di Darfur (UNAMID).
Tim bantuan hukum Indonesia direncanakan akan berada di Sudan hingga 6 Februari. Namun, tidak tertutup kemungkinan tim tersebut diperpanjang masa tugasnya jika penyelidikan masih diperlukan dan upaya diplomasi gagal.
"Jika perlu diperpanjang. Yang jelas, komunikasi antara Khartoum, Al Fashir, Jakarta, dan New York, Amerika Serikat, terus berjalan untuk memastikan kita bisa mendapat informasi yang kita perlukan mengenai kasus ini," imbuhnya.
Otoritas keamanan Sudan mengamankan 10 koper yang isinya meliputi 29 senapan Kalashnikov, 4 senapan, 6 senapan GM3, dan 61 pistol berbagai jenis, serta berbagai jenis amunisi. Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan koper-koper yang disita tersebut bukan milik personel Polri. (Deo/Ths/I-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved