Headline

Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.

Fokus

Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.

Pemberontak Mau Hadiri Perundingan

Thomas Harming Suwarta
18/1/2017 05:45
Pemberontak Mau Hadiri Perundingan
(AFP)

KELOMPOK pemberontak Suriah dipastikan akan menghadiri perundingan damai yang akan digelar di Astana, Kazakhstan, pekan depan. Perundingan damai tersebut difasilitasi pihak Rusia dan Turki dengan tujuan segera mengakhiri konflik yang berlangsung selama kurang lebih enam tahun belakangan.

"Astana adalah proses untuk mengakhiri pertumpahan darah oleh rezim dan sekutunya. Kami ingin mengakhiri rangkaian kejahatan tersebut," kata Mohammad Alloush, seorang tokoh terkemuka kelompok pemberontak dari Jaish al-Islam.

"Semua kelompok pemberontak akan (ke Astana). Semua telah setuju untuk hal ini," tegasnya.

Osama Abu Zeid, penasihat hukum kelompok pemberontak, mengatakan salah satu alasan mengapa pasukan kelompok pemberontak mau menghadiri perundingan damai ini karena fokus perundingan hanya terkait dengan penguatan gencatan senjata.

"Delegasi oposisi ke Astana hanya karena alasan gencatan senjata ini tetapi kami tetap akan berkonsultasi terkait dengan langkah politik dari persoalan ini," katanya.

Belajar dari kegagalan rencana inisiatif perundingan damai oleh PBB, Perundingan Astana diharapkan akan mengadopsi pendekatan yang berbeda, dengan berfokus pada perkembangan militer, yaitu memperkuat gencatan senjata.

Ahmad Ramadhan, dari kelompok oposisi terkemuka Koalisi Nasional mengatakan perundingan Astana bertujuan untuk memperkuat kesepakatan gencatan senjata. Sementara untuk perundingan yang terkait dengan dengan proses politik akan ditangguhkan untuk perundingan damai di Jenewa yang rencananya akan digelar pada Februari mendatang.

Senada dengan itu, Thomas Pierret, seorang pakar Suriah menambahkan, para peserta perundingan damai akan membahas gencatan senjata karena itulah satu-satunya yang mereka sepakati sejauh ini.

Awal bulan ini, Presiden Suriah Bashar al-Assad mengatakan ia optimistis dengan perundingan damai ini dan siap untuk berekonsiliasi dengan (pemberontak) dengan syarat bahwa mereka meletakkan senjata mereka.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan perundingan damai akan dimulai pada 23 Januari Ibu Kota Kazakhstan itu bertujuan mengonsolidasikan gencatan senjata yang rapuh sekaligus kesempatan untuk melibatkan para pemimpin pemberontak dalam 'proses politis' untuk menghentikan pertumbahan darah.

"Semua yang mau untuk bergabung dalam perundingan harus punya kesempatan untuk hadir," ujarnya. Seraya menambahkan bahwa mengundang perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Amerika Serikat (AS) ialah hal yang benar.

Sementara itu, tim transisi Presiden-terpilih AS Donald Trump telah diundang tetapi belum secara resmi memberikan jawaban.

Sumber dari kelompok oposisi dan rezim menambahkan, perundingan damai ini kemungkinan besar akan diatur dalam bentuk perundingan 'tatap-muka' antarkelompok yang bertikai serta pihak Turki, Rusia, AS, dan PBB.

Saat ini situasi berangsur-angsur pulih setelah gencatan senjata disepakati. Namun, di beberapa tempat masih terjadi kekerasan yang berlangsung secara sporadis.

Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR) yang berbasis di London, Inggris, mengatakan milisi IS terus maju ke sekitar Kota Deir Ezzor dan memotong rute bagi akses rezim ke bandara terdekat. "Rute pasokan ke bandara dipotong dan kota bagian timur terputus dari bagian barat," ujar Ketua SOHR Rami Abdel Rahman. (AFP/I-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya