Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
SAMPAH gawai elektronik dan peralatan listrik di Asia Timur telah mencapai tingkat yang parah.
Jika tidak dibuang dengan cara yang aman, sampah ini bisa mengancam kesehatan dan lingkungan.
Menurut sebuah studi baru dari United Nations University, jumlah sampah elektronik di hampir seluruh kawasan ini meningkat tajam antara 2010 dan 2015.
Khusus Tiongkok, sampah elektronik yang dihasilkan meningkat dua kali lipat.
Itu menjadikan mereka sebagai negara penyumbang sampah elektronik terbesar.
Yang parah, banyak negara-negara ini tidak siap menangani sampah telepon pintar, komputer, TV, AC, dan barang-barang lainnya yang jumlahnya terus menggunung.
Secara rata-rata, sampah elektronik di 12 negara dalam penelitian ini telah meningkat hampir dua pertiga dalam lima tahun, dengan total 12,3 juta ton pada 2015 saja.
Meningkatnya pendapatan di Asia, berkembangnya populasi anak muda, produk yang cepat usang karena inovasi teknologi, dan perubahan mode merupakan faktor pendorong meningkatnya sampah elektronik.
"Saat ini konsumen di Asia kerap mengganti gawai mereka. Selain itu, banyak produk yang dirancang untuk produksi biaya rendah, tapi tidak harus diperbaiki atau didaur ulang dengan mudah," jelas penelitian tersebut.
Penelitian itu mendesak pemerintah untuk membuat undang-undang khusus bagi pengelolaan limbah elektronik secara ketat.
Hanya Korea Selatan, Taiwan, dan Jepang yang sudah mendirikan sistem daur ulang sejak 1990-an. (AP/*/I-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved