Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
BAGI Hinurewa te Hau, melanggengkan kultur dapat dilakukan dengan mengobrol alias bercakap-cakap. Pelaku ekonomi kreatif keturunan Maori itu beranggapan percakapan ialah salah satu medium krusial dalam menjaga kelangsungan budaya suku asli di Selandia Baru.
"Itu bagaimana kita berbagi cerita, berbagi narasi," ujarnya saat berbincang dengan para peserta program Pegiat Budaya 2016 di kampus Auckland University of Technology (AUT), Selandia Baru, baru-baru ini.
Budaya Maori memang bertumpu pada tradisi oral atau lisan, yang diwariskan antargenerasi lewat kisah, tari, dan lagu. Karena itu, bercakap amatlah relevan untuk mempertahankan eksistensi bahasa Maori yang jumlah penuturnya sempat susut karena tergerus oleh pemakaian bahasa Inggris.
Upaya reservasi dilakukan dengan ditahbiskannya bahasa Maori sebagai satu dari tiga bahasa nasional Selandia Baru sejak 1989. Dua lainnya, bahasa Inggris dan bahasa isyarat Selandia Baru.
Sekolah-sekolah di tingkat dasar dan menengah mengakomodasi bahasa Maori dalam kurikulum mereka. Bahkan, universitas-universitas, termasuk AUT, rutin menggelar kelas dasar bahasa Maori saban liburan musim panas.
"Gratis. Peminatnya pun semakin banyak dari tahun ke tahun," ujar Makarita Howard, pengajar di Fakultas Pengembangan Maori dan Masyarakat Asli AUT.
Tidak mengherankan jika dewasa ini bahasa Maori menjelma menjadi salah satu identitas New Zealanders, baik keturunan suku Maori atau bukan. Contoh paling simpel, alih-alih dengan 'hi' atau 'hello', para New Zealanders biasanya menyapa dengan 'Kia ora'.
Hinu menambahkan era digital kini semakin memudahkan usaha pelestarian budaya. Teknologi informasi, termasuk media sosial, dipakai untuk membantu generasi muda Maori agar mengenal dan mengetahui 'akar' mereka.
"Amat mubazir jika tidak memanfaatkan itu. Dengan wafatnya para leluhur kami, semakin sedikit yang memegang pengetahuan tentang tradisi Maori. Kami harus mampu 'mempertahankan' supaya anak cucu kami tetap bisa mendengar cerita-cerita dari mereka. Jika tidak, akan muncul generasi yang 'hilang'."
Di saat sama, kata Hinu, teknologi digital ikut menjembatani percakapan mereka dengan dunia luar. Mengamplifikasi suara, kisah, dan pengalaman mereka sembari membuat mereka mengekspos kebudayaan-kebudayaan lain. "Percakapan akan menyatukan kita. Jangan takut memulainya, jangan takut mencari kesamaan kita," ucap General Manager Creative Northland itu. (Irana Shalindra/I-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved