Headline

Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.

Fokus

Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.

Tiongkok Berikan Subsidi Pengasuhan untuk Dorong Angka Kelahiran, per Anak Batita Dapat Rp8,2 Juta

Haufan Hasyim  Salengke
28/7/2025 20:22
Tiongkok Berikan Subsidi Pengasuhan untuk Dorong Angka Kelahiran, per Anak Batita Dapat Rp8,2 Juta
Subsidi ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi 20 juta keluarga setiap tahunnya.(FT)

MESKI Tiongkok sudah melonggarkan kebijakan satu anak (one-child policy) pada 2015 dan kemudian mencabutnya pada 2021, upaya negara itu untuk meningkatkan jumlah kelahiran belum mencapai hasil yang diharapkan.

Terbaru, Tiongkok meluncurkan program subsidi pengasuhan anak nasional pertamanya seiring dengan upayanya untuk meningkatkan angka kelahiran dan memberikan daya beli yang lebih besar kepada rumah tangga dengan anak kecil.

Pemerintah akan memberikan keluarga sebesar RMB3.600 (sekitar Rp8,2 juta) per tahun untuk setiap anak di bawah usia tiga tahun (batita), lapor kantor berita pemerintah Xinhua, Senin (28/7).

Subsidi ini dihitung berlaku mulai Januari 2025, tetapi keluarga dengan anak yang lahir antara tahun 2022 dan 2024 dapat mengajukan permohonan bantuan sebagian.

Kebijakan ini diperkirakan akan memberikan manfaat bagi lebih dari 20 juta keluarga setiap tahunnya, lapor Xinhua, mengutip juru bicara Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok.

Seorang pejabat komisi kesehatan mengatakan distribusi langsung subsidi tunai dapat membantu meringankan beban keuangan membesarkan anak dan meredakan kecemasan terkait kesuburan pasangan muda, lapor Xinhua.

Langkah ini, yang telah lama dibahas oleh akademisi dan pembuat kebijakan, merupakan respons terhadap krisis demografi yang mengancam di Tiongkok, yang dipicu oleh penurunan angka kelahiran dan penurunan angka pernikahan.

Ini juga merupakan upaya untuk mendorong belanja konsumen yang lemah di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini, meskipun pertumbuhan ekonomi triwulanan belakangan ini cukup kuat.

"Jumlah yang terlibat terlalu kecil untuk berdampak jangka pendek pada angka kelahiran atau konsumsi," kata Zichun Huang, ekonom Tiongkok pada Capital Economics.

"Namun, kebijakan ini menandai tonggak penting dalam hal pemberian bantuan langsung kepada rumah tangga dan dapat menjadi dasar bagi lebih banyak transfer fiskal di masa mendatang," jelasnya.

Konsumsi rumah tangga

Tiongkok telah mencatat penurunan populasi selama tiga tahun berturut-turut meskipun kebijakan satu anak yang telah berlangsung selama beberapa dekade dan membatasi jumlah anggota keluarga hingga 2016 telah berakhir.

Jumlah kelahiran meningkat sekitar 520.000 tahun lalu menjadi 9,5 juta, hampir setengah dari puncaknya yang mencapai 17,9 juta pada 2017. Terdapat 10,9 juta kematian pada 2024.

Subsidi ini juga merupakan tindak lanjut dari seruan selama berbulan-bulan agar pemerintah mendukung konsumsi rumah tangga.

Meskipun Tiongkok mencatat pertumbuhan ekonomi riil sebesar 5,2% pada kuartal kedua, penurunan harga yang meluas menyebabkan pertumbuhan nominal jauh lebih lemah, yaitu 3,9%.

Langkah ini mencerminkan inisiatif dari negara-negara lain yang menghadapi tekanan demografis, mulai dari keringanan pajak penghasilan untuk ibu baru di Hongaria hingga subsidi pengasuhan anak di Polandia dan pembayaran tunai di Korea Selatan dan Jepang.

Hal ini juga merupakan tindak lanjut dari uji coba regional di Hohot, Inner Mongolia, Tiongkok, yang awal tahun ini meluncurkan program pembayaran satu kali sebesar RMB10.000 untuk anak pertama, dengan pembayaran yang lebih tinggi untuk anak-anak berikutnya, serta secangkir susu gratis setiap hari untuk ibu baru.

Dalam pernyataan terpisah yang dirilis oleh Xinhua, Zhu Kun, seorang peneliti pada Chinese Academy of Fiscal Sciences, mengatakan pembayaran tunjangan pengasuhan anak tahunan telah disesuaikan dengan standar global, yang biasanya berkisar antara 2,4% hingga 7,2% dari PDB per kapita suatu negara.

Xinhua menyatakan setiap provinsi akan menentukan jadwal pembayaran subsidi mereka sendiri. (Financial Times/B-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Haufan Salengke
Berita Lainnya