Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Trump Terpilih, Politik Timur Tengah Kian tak Pasti

Haufan Hasyim Salengke
10/11/2016 20:32
Trump Terpilih, Politik Timur Tengah Kian tak Pasti
(AP)

TERPILIHNYA Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat membuat geopolitik di kawasan Timur Tengah penuh ketidakpastian.

Beberapa hal makin mengundang tanda tanya, terutama terkait kelanjutan perang melawan kelompok militan Islamic State (IS), masa depan konflik Israel-Palestina, dan kesepakatan nuklir Iran.

Sejauh ini, tidak jelas apa dampak pandangan isolasionis Trump terkait keterlibatan AS di Timur Tengah. Hal ini uga menambahkan kebingungan di wilayah yang sudah stabil.

Israel, melalui Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah mengucapkan selamat kepada Trump atas kemenangannya dan menyebutnya ‘teman sejati’ negara Yahudi.

Saat bertemu Netanyahu di New York pada September lalu, Trump berjanji akan mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel yang ‘sepenuhnya’ jika terpilih, yang secara langsung melanggar kebijakan lama AS.

Penasihat Trump untuk urusan Israel, David Friedman juga mengatakan bulan lalu bahwa bosnya ‘sangat skeptis’ tentang prospek solusi dua negara dalam konflik Israel-Palestina.

Sementara Menteri Pendidikan Israel Naftali Bennett, yang mengepalai partai garis keras Jewish Home, secara blak-blakan mengatakan kemenangan Trump berarti ‘era negara Palestina berakhir’.

Bagaimana dengan reaksi Palestina? "Kami siap untuk berurusan dengan presiden terpilih atas dasar solusi dua negara dan untuk mendirikan negara Palestina mengacu pada perbatasan tahun 1967," ujar juru bicara Presiden Palestina Mahmud Abbas, Nabil Abu Rudeina.

Rudeina memperingatkan kegagalan untuk menyelesaikan konflik puluhan tahun Palestina-Israel berarti ‘situasi yang tidak stabil akan terus berlanjut di kawasan ini’.

Mengenai IS, selama kampanye Trump berulang kali berjanji untuk ‘menghancurkan’ kelompok itu. Sayangnya ia tidak menjelaskan dengan tegas bagaimana ia akan menumpas IS.

Bagaimana Trump bergerak maju dengan kampanye anti-IS akan bergantung pada bagaimana niatnya untuk berurusan dengan sekutu tradisional AS di kawasan itu, khususnya negara-negara Sunni Teluk Arab, dan pendekatan terhadap perang di Suriah.

Washington selama ini mendukung pasukan pemberontak yang menentang Presiden Suriah Bashar al-Assad dalam perang sipil lima tahun di negara itu, dan Hillary Clinton adalah yang paling getol mendukung perubahan rezim. Sebaliknya Trump menyatakan menumpas IS dan melengserkan Al-Assad di waktu bersamaan adalah suatu ‘kebodohan’ dan ‘kegilaan’.

Pengungsi Suriah di dekat perbatasan Turki bereaksi sinis atas kemenangan Trump. "Presiden Amerika yang baru tidak akan berbeda dari yang terakhir," kata Abdul Rahman Ahmad, seorang guru, seperti dikutip AFP., Kamis (10/11)

"Ketika berkaitan dengan kami warga Suriah, keduanya memiliki sudut pandang yang sama. Mereka tidak peduli tentang orang-orang Suriah, yang mereka pedulikan adalah membunuh muslim," tegasnya.OL-2



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya