KAKI Behnam Ahmadi baru saja menginjak pasir pantai Yunani. Namun, pikirannya sudah melayang jauh. Di alam pikiran migran asal Afghanistan itu bergentayangan ide-ide besar tentang bagaimana ia akan berterima kasih kepada Eropa jika dia diperbolehkan tinggal.
Putra seorang pekerja susu itu meninggalkan Afghanistan lebih dari 50 hari yang lalu. Kelananya ke Eropa penuh onak dan rintangan.
Ia sempat dipukuli oleh penjaga perbatasan Iran dan berjalan pada satu titik selama 24 jam penuh. Ia juga harus bersiasat dengan bekerja di sebuah supermarket di Turki selama sebulan agar bisa 'berlindung' dari hari hujan.
"Perjalanan ini membuat Anda tua," katanya tiba-tiba, kepada AFP.
Salah satu ambisi Ahmadi ialah ingin menjadi seorang penemu, seperti ilmuwan Jepang yang menciptakan atau menemukan robot.
Menurutnya, dengan cara itu migran bisa menunjukkan penghargaan bagi masyarakat Eropa yang telah menerima mereka.
Salah satu impian Ahmadi ialah merancang pesawat nirawak yang bisa mendeteksi dan menghancurkan bahan peledak. Ia beralasan perangkat itu bisa menyelamatkan orang. Pilihannya itu tidak lain dilatarbelakangi oleh peristiwa memilukan di Afghanistan, yaitu teman dekatnya tewas dalam serangan bom mobil.
"Saya perlu belajar lebih banyak tentang pemrograman dan merancang perangkat. Jika saya pergi ke Jerman dan seseorang membantu saya, mimpi itu akan terwujud antara enam bulan dan satu tahun," ungkapnya.
Ahmadi berharap kecintaannya akan sains dan ilmu pengetahuan akan berkembang lebih baik di Jerman ketimbang di kampung halamannya di Herat, Afghanistan Barat.
Dua tahun lalu, ia mulai memberikan pelajaran informal untuk anak-anak di kamar tidurnya, seperti keterampilan komputer dasar, melukis, dan bahasa asing.
"Saya ingin berbagi apa yang saya tahu, saya tidak memungut bayaran," tukasnya.
Ia memoles kemampuan bahasa Inggris dengan mengobrol dengan tentara Amerika Serikat yang bertugas di Afghanistan.
Namun, aktivitas Ahmadi itu tercium oleh milisi Taliban setempat. "Mereka mengatakan kepada kami, 'Kamu orang-orang kafir karena mengajari anak-anak bahasa asing'," kata Ahmadi. "Taliban mengatakan kepada saya mereka akan melempar adik dan ibu saya dengan batu karena kegiatan saya."
Ahmadi mengatakan ia menutup 'kelas'-nya pada akhir 2014. Keluarganya takut oleh ancaman Taliban. Saat itulah ia memutuskan mencari harapan baru ke Eropa, meninggalkan seluruh keluarganya di Afghanistan. (Haufan Hasyim Salengke/I-2)