SEBUAH papan nama terpampang di atas sebuah restoran di Jalan Hay Wuroot, Distrik Ulaya, Riyadh, Arab Saudi.
Deretan tulisan dalam huruf Arab dan bahasa Inggris melekat di papan itu.
Di bawah tulisan yang berlatar warna merah putih itu tertera sebaris tulisan bahasa Inggris yang bercampur bahasa Tagalog 'Warung Pojok Indonesian Food Pero Lutong Pinoy'. (Warung Pojok Makanan Indonesia Cita Rasa Filipina).
Sejumlah orang berwajah Asia dan Arab keluar masuk Warung Pojok.
Selain warga lokal, para pengunjung merupakan tenaga kerja asal Indonesia (TKI).
"Di sini juga banyak pelanggan asal Filipina," ujar pemilik restoran Warung Pojok, Murjasa M Solly, 54.
Pemilik restoran itu biasa menyapa pelanggannya dengan bahasa Tagalog.
Di samping restoran yang tidak pernah sepi, berdiri sebuah toko dengan papan tulisan 'Menyediakan Bahan Makanan Indonesia'.
Toko itu bukan hanya menjual bahan makanan Indonesia.
Berbagai produk lainnya juga dijual.
Toko itu juga milik Murjasa yang kerap dipanggil warga sekitar 'Abu Ibrahim'.
Nama 'Ibrahim' diambil dari nama anak bungsu Murjasa.
Selain itu, masih ada usaha jasa pengiriman Index Cargo yang juga milik Murjasa.
Pria yang fasih berbahasa Arab dan bahasa Inggris itu ialah putra kelahiran Malang.
Ia ialah salah satu TKI yang sukses meraup rial di 'Negara Petro Dolar'.
"Setiap hari pendapatan restoran dan toko ialah sekitar 3.500 rial (sekitar Rp12 juta)," ucap bapak tiga anak tersebut.
"Kalau lagi ramai, dari restoran saja bisa dapat 3.000 rial (Rp11 juta)."
Untuk mencapai kesukesan di Arab Saudi, Murjasa semula datang sebagai TKI pada 1984.
Murjasa bekerja sebagai pelayan di Toko Sababa yang menjual baterai selama tiga tahun.
"Toko tempat saya bekerja bangkrut. Saya memilih pulang ke Malang," kenang Murjasa.
Pada 1987, ia kembali mengadu nasib ke Riyadh.
Saat itu, Murjasa bekerja sebagai pelayan dan mengelola pompa bensin.
Dengan kemampuan bahasa Arab dan Inggris, ia bekerja sama dengan warga lokal untuk mendirikan usaha restoran dan toko.
"Pasalnya, di sini, orang asing tidak bisa mendirikan usaha tanpa ada kerja sama dengan warga lokal dan mempekerjakan warga lokal," tutur Murjasa.
Namun, perkembangan usahannya tidak lepas pula dari kejelian naluri bisnisnya.
Saat diberlakukan moratorium TKI sektor domestik, restoran Warung Pojok-nya sempat sepi.
Para pelanggan asal Indonesia berkurang drastis.
"Untuk membangkitkan usaha restoran, saya cantumkan tulis 'pero lutong pinoy'. Sejak itu, banyak tenaga kerja asal Filipina menjadi pelanggan tetap di sini," kata pria Arek Malang tersebut.