Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
PRESIDEN Filipina Rodrigo Duterte dituduh pernah menembak mati seorang karyawan departemen kehakiman dan memerintahkan pembunuhan lawan politiknya. Hal itu diungkapkan kepada parlemen oleh salah seorang mantan anggota pasukan pembunuh yang pernah diperintah Duterte, Kamis (15/9). Perbuatan tersebut, kata dia, dilakukan kala Duterte masih menjadi Wali Kota Davao. Edgar Matobato, demikian nama pria yang bersaksi kepada Parlemen Filipina itu, mengaku ia bersama sekelompok polisi dan mantan anggota pemberontak komunis telah membunuh sekitar 1.000 orang selama 25 tahun atas perintah Duterte. Salah seorang korban mereka, menurutnya, bahkan dibiarkan mati hidup-hidup dimakan buaya. Menurut cerita dia, beberapa lainnya ada yang dibakar, dipotong-potong, kemudian dimakamkan di sebuah tambang milik seorang polisi yang merupakan anggota pasukan tersebut. "Lainnya dibuang di laut untuk dimakan ikan," ungkap Matobato.
Senat Filipina kini sedang menyelidiki dugaan pembunuhan di luar hukum dari kebijakan antikejahatan Duterte, yang menurut polisi sejauh ini telah menewaskan 3.140 orang dalam 72 hari pertama Duterte menjabat presiden. Ketua Komisi Hak Asasi Manusia Senator Leila de Lima mengatakan Matobato telah mengakui perbuatannya kepada tim penyelidik pada 2009 dan bakal masuk skema perlindungan saksi. Matobato bercerita, pada 1993, ia dan anggota lainnnya dari pasukan pembunuh itu tengah menjalankan sebuah misi ketika mereka mendekati jalan yang diblokade kendaraan dari agen Biro Nasional Investigasi Departemen Kehakiman. "Saat itu, baku tembak terjadi. Duterte, Wali Kota Davao saat itu, kemudian tiba di tempat kejadian. Duterte ialah orang yang menghabisinya. Jamisola (pejabat departemen kehakiman yang dibunuh) masih hidup ketika ia (Duterte) tiba. Dia (Duterte) menghabiskan dua magasin ke tubuh orang itu," tutur Matobato.
Kesaksian yang diungkapkan Matobato secara rinci dan mengerikan itu bukanlah cerita baru karena Duterte sejak lama dituding berada di balik pasukan pembunuh yang telah menewaskan lebih dari 1.000 orang di Davao. "Tugas kami ialah untuk membunuh penjahat, pemerkosa, pedagang obat bius, dan kriminal lainnya. Itulah yang kami lakukan. Kami membunuh orang hampir setiap hari," kata Matobato. Dia mengatakan mereka membunuh, terutama kriminal, dan musuh pribadi keluarga Duterte antara 1988 dan 2013. Matobato mengatakan mereka menerima perintah baik secara langsung dari Duterte maupun dari polisi Davao yang ditugaskan di kantor sang wali kota. Menurut penuturannya, banyak korban diculik anggota kelompok itu, yang memperkenalkan diri sebagai petugas polisi, kemudian dibawa ke sebuah tambang lokal, tempat mereka dibunuh dan dikubur. "Mereka sadis," katanya menjelaskan kepada De Lima bagaimana korban dicekik. "Kemudian kami akan membuang pakaian mereka, membakar tubuh, dan memotong mereka," kata Matobato menambahkan. Dia sendiri mengaku telah membunuh sekitar 50 orang.
Ragukan pengakuan
Menurut Matobato, salah seorang korbannya ialah seorang penyiar lokal yang terus-menerus mengkritik Duterte. Selain itu, ada empat pengawal rival Duterte, sementara dua lainnya ialah musuh anak Duterte, Paolo, yang kini menjadi Wali Kota Davao. Dalam menanggapi tudingan itu, juru bicara Duterte, Martin Andanar, mengaku ragu sang wali kota bisa memerintahkan pembunuhan tersebut. "Saya rasa dia tak mungkin mampu memberikan perintah langsung seperti itu. Komisi Hak Asasi Manusia dulu sudah menyelidiki hal ini dan tidak ada tuduhan yang diajukan terhadapnya," katanya. Juru bicara lainnya, Ernesto Abella, mengatakan tuduhan itu perlu diteliti dengan baik. "Apa pun kesaksiannya, kita harus menjalankan penyelidikan yang tepat dan hati-hati." Sementara itu, Paolo, anak Duterte, enggan menanggapi. "Aku tidak akan menanggapi atau menjawab tuduhan gila itu." Saat ditanya mengapa dia mau memberi kesaksian, Matobato mengaku karena hati nuraninya tersentuh. Dia juga kini takut setelah Duterte jadi presiden. (AFP/AP/I-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved