Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
PERDANA Menteri (PM) Tunisia Habib Essid harus kehilangan dukungan setelah mayoritas anggota parlemen memintanya mengundurkan diri dari pemerintahan, Sabtu (29/7).
Pemerintahan Essid dinilai gagal dalam menanggulangi krisis ekonomi, tingginya angka pengangguran, dan serangkaian serangan kelompok ekstremis selama 18 bulan pemerintahannya.
Dari total 217 anggota parlemen Tunisia, sebanyak 191 anggota parlemen terlibat dalam pemungutan suara.
Sebanyak 118 anggota setuju melengserkan Essid, 3 menginginkan Essid tetap menjabat sebagai perdana menteri, dan 27 memilih abstain.
"Saya tidak mendapat 109 suara (yang dibutuhkan untuk tetap menjabat perdana menteri). Saya datang untuk menyampaikan hal ini kepada rakyat dan anggota parlemen," ucap Essid.
Kendati Essid tidak bakal menjabat PM lagi, pergantian baru akan dibahas dan dinegosiasikan pada hari ini waktu setempat.
Abdelaziz Kotti dari Partai Nidaa Tounes mengakui krisis ekonomi besar masih terjadi dan belum dapat diatasi di Tunisia. "Pemerintah tidak mampu mencari solusi dan memberi harapan bagi masyarakat Tunisia," ujar Kotti.
Hal senada disampaikan mantan PM Ali Lareyedh dari partai islamis, Ennahda. Ia mengatakan betapa lemahnya pemerintah saat ini. "Ini waktunya perubahan," imbuhnya.
Essid yang kini berusia 67 tahun mendapat tekanan terutama setelah Presiden Beji Caid Essebsi muncul di televisi lokal pada Juni lalu. Essebsi melontarkan kritik terhadap pemerintahan Essid dan berencana menciptakan pemerintahan baru.
Dengan didepaknya Essid dari jabatanya, Essebsi diminta untuk menggelar konsultasi dalam 10 hari. Konsultasi tersebut ditujukan untuk memilih 'orang yang paling tepat' untuk membentuk pemerintahan baru. Hingga saat ini belum ada nama yang muncul. (AFP/Aya/I-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved