Menumpas Maoist dengan Pembangunan

Yanurisa Ananta
26/7/2016 00:45
Menumpas Maoist dengan Pembangunan
(AP)

SENIN pekan lalu (18/7), sepuluh komandan tentara paramiliter tewas dan lima tentara terluka dalam pertempuran dengan kelompok pemberontak Naxal atau Naxalite, di Distrik Aurangabad, Bihar, India timur.

Pemberontak Naxal meledakkan bom rakitan saat lebih dari 100 anggota batalion Cobra dari Central Reserve Police Force (CRPF) tengah melancarkan operasi anti-Maois di tengah hutan Bihar, Senin siang itu.

Mereka kemudian menembakkan senjata api secara membabi buta ke arah batalion penumpas pemberontak yang khusus dilatih untuk bertempur di hutan-hutan itu.

"Kelompok pertama pasukan disergap dan belasan alat peledak meledak sangat cepat. Delapan tewas di tempat dan dua tentara tewas di rumah sakit," kata Kepala Kepolisian Bihar Inspektur Jenderal Kundan Krishnan.

Tiga pemberontak Naxal juga tewas pada Senin malam dalam pertempuran di kawasan Dumrinala, sekitar 170 kilometer di selatan Patna, ibu kota Bihar, kata anggota kepolisian setempat PK Sahu.

Pemberontak Naxal terinspirasi oleh ideologi mendiang pemimpin revolusioner Tiongkok Mao Zedong sehingga mereka kemudian dikenal dengan sebutan Maois.

Mereka memperjuangkan ideologi komunis serta hak-hak lebih besar bagi orang-orang miskin dan suku di wilayah itu.

Mereka menjadi ancaman terbesar bagi keamanan India saat ini.

Menurut Kementerian Dalam Negeri, kelompok yang mengangkat senjata sejak 1960 ini tersebar di 20 dari 28 negara bagian di India.

Kelompok pemberontak tersebut mengincar para personel keamanan di area 'zona merah' (daerah kekuasaan Naxal) yang terentang dari Chhattisgarh, Odisha, Andhra Pradesh, sampai Telangana.

Untuk menumpas kelompok Maois ini, pemerintah India telah mengerahkan puluhan ribu pasukan paramiliter dan polisi yang ditempatkan di India Tengah dan Timur.

Beragam persoalan

Selain gencar melakukan operasi, pemerintah India juga mengupayakan rekonsiliasi perdamaian di zona konflik.

Namun, upaya ini terkendala beragam persoalan.

Di wilayah yang ratusan penduduknya kalah bertarung dengan kelompok ultra-kiri beberapa tahun terakhir, kebanyakan warga lokal menolak kebutuhan dasar masyarakat modern, seperti jalanan dan listrik.

Namun, upaya otoritas memenuhi kebutuhan tersebut diklaim berdampak positif.

"Di mana pun kami membangun jalan, keberadaan Naxal kian berkurang di desa tersebut. Ini satu-satunya cara untuk maju," kata polisi pengawas Distrik Bastar, Chhattisgarh Ajay Kumar Yadav seperti dilansir Al Jazeera.

Pasukan keamanan membangun kamp dan jalanan baru agar masyarakat bisa mencapai Lohandiguda melalui hutan lebat yang menyelimuti hampir 60 ribu kilometer persegi area atau 41% seluruh negeri karena mendapat perawatan medis di Chhattisgarh sangat sulit.

Jalur yang paling dekat dan bisa dilewati terletak 15 km dari Kaknar, meski empat tahun lalu berjarak 25 km hingga memakan waktu enam jam melintasi jalur berbukit.

"Menjadi sangat rumit jika ada wanita hamil. Dalam kasus itu, kita harus membuat tandu dan empat pria akan mengangkut naik bukit menuju rumah sakit. Namun, kebanyakan kelahiran dilakukan di desa dengan bantuan bidan," papar Devisri Yadav, 40.

Kaknar, di tepi Sungai Indravati, lebih beruntung jika dibandingkan dengan desa di bagian tengah Chhattisgarh, episentrum gerakan Maois.

Di Kaknar, pemerintah telah memasang solar panel sehingga listrik mulai terpasang.

Namun, otoritas mengatakan kelompok pemberontak mempersulit proses modernisasi sejumlah desa di kawasan 'zona merah'.

Sementara, fasilitas pompa air tanah dan membangun sekolah diperbolehkan.

"Mereka merasa bahwa (pembangunan) jalan akan memungkinkan masuknya mesin-mesin pemerintah, tower telepon seluler akan menghubungkan warga desa ke dunia luar, dan membangun atap permanen dapat melipatgandakan jumlah permukiman sementara tentara bersenjata," tutur pejabat Kabupaten Bastar, Amit Kataria.

Proposal pembangunan jalan tol nasional sepanjang 100 km dari Sukma menuju Konta di Chhattisgarh yang membuka jalur perdagangan dengan Andhra Pradesh mengalami kemandekan 10 tahun terakhir.

Dua wilayah tersebut merupakan daerah kekuasaan Naxal terkuat.

Kataria menambahkan, tentu perusahaan besar yang membangun jalan tol di bagian lain India tidak ingin mengambil risiko dengan menyetujui kontrak di area Naxal.

Sementara, kontraktor lokal hanya sedikit dan kecil. Terlebih, kontraktor lokal mematok harga dua kali dari harga pasar.

"Mereka tidak memiliki kemampuan atau sumber daya untuk membangun proyek jalan tol 100 km. Rasa takut ialah faktor terbesar dalam hal ini," tambah Kataria.

Sangat Sulit

Hidup di tengah zona konflik antara pemberontak Naxal dan pasukan keamanan sangat sulit bagi warga.

Sudarshan Nag, warga Desa Toleng, 40 km ke arah pedalaman hutan Darbha, Bastar, mengaku kebingungan harus memercayai siapa.

"Siapa yang harus dipercaya? Kita diserang oleh dua pihak, pasukan keamanan juga Naxal. Satu pihak menyebut kami informan Naxal dan yang lainnya menyebut kami informan polisi. Apa yang kita lakukan?" tanya Nag.

Untuk memenangkan hati rakyatnya, pasukan keamanan kerap menggelar pesta di kemah-kemah dan pos polisi di sejumlah perdesaan.

Hadiah-hadiah berupa syal dan kain sari didistribusikan sebagai simbol kebaikan pemerintah dengan harapan dapat menunjukkan warga desa bahwa kelompok Naxal tidak menawarkan apa pun. (AFP/Al Jazeera/Aya/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya