Elie Wiesel Mengabdi untuk Kemanusiaan

04/7/2016 01:45
Elie Wiesel Mengabdi untuk Kemanusiaan
(AFP/DON EMMERT)

"KAPAN pun dan di mana pun, manusia menanggung penderitaan dan penghinaan. Tentukan pihakmu. Netralitas hanya membantu penindas, bukan korban." Begitu kata-kata yang diucap Elie Wiesel kala menerima Nobel Perdamaian pada 1986.

Sebagai salah seorang korban kekejaman Nazi, pria keturunan Yahudi yang lahir di Rumania itu aktif berjuang untuk menyuarakan korban-korban kekerasan, termasuk enam juta orang Yahudi yang jadi korban holocaust.

Pada Sabtu (2/7), Wiesel meninggal dunia pada usia 87 tahun. Mata sendu Wiesel dan wajahnya akan selalu dikenang sebagai orang yang memiliki daya tahan dari kengerian masa lalu.

"Sebagai seorang penulis, pembicara, aktivis, dan pemikir, Wiesel merupakan salah satu orang yang mengubah dunia lebih bermasyarakat. Hidup dan kekuatan teladannya mendorong kita untuk lebih baik," ujar Presiden AS Barack Obama, dalam pernyataan belasungkawa.

Istri Wiesel, Marion, menggambarkan sosok suaminya sebagai pejuang kemanusiaan.

Dia kerap hadir dalam pertemuan yang tidak bisa dihitung untuk membela korban yang tidak bersalah tanpa memedulikan etnik atau keyakinan mereka.

Selama lebih dari setengah abad, Wiesel telah menyuarakan keyakinannya kepada pemimpin dunia atas nama korban kekerasan dan penindasan.

Dia menulis lebih dari 40 buku, tapi karyanya yang paling berpengaruh ialah yang berjudul Malam, mengenai holocaust (pembantaian) Nazi.

Buku itu diterjemahkan ke beberapa bahasa yang mengambil setting di pertengahan 1950-an dalam 800 halaman.

Wiesel dibebaskan dari kamp Nazi pada 1945.

Namun, dia kehilangan ayah, ibu, dan saudara perempuannya.

Sejak itu, dia menghabiskan waktunya di panti asuhan di Prancis, tempat tempatnya belajar sastra dan filsafat di Sorbonne.

Wiesel juga menjadi wartawan yang menulis untuk koran Prancis, L'Arche, dan koran Israel, Yediot Ahronot.

Pada 1956, Wiesel pindah ke New York dan menjadi wartawan di sana serta menulis berita dalam bahasa Yahudi.

Dia kemudian menjadi warga negara AS pada 1963 dan menikahi Marion Rose enam tahun kemudian.

Tidak hanya menjadi penulis, Wiesel juga menjadi pengajar di Yale University dan The City University of New York.

Pada 1978, Wiesel dipilih Presiden AS Jimmy Carter untuk menjadi Kepala Komisi Bidang Holocaust dan bertanggung jawab atas rencana museum untuk mengenang korban kekejaman Nazi.

Kata-kata Wiesel yang kemudian diukir di pintu masuk Museum Nasional Holocaust di AS ialah, 'Untuk yang telah mati dan yang hidup, kita harus bersaksi'.

Wiesel telah melaksanakan kata-katanya itu.

Setidaknya, dia tak hanya bersaksi untuk kekerasan yang dialaminya sendiri, tapi juga ikut berjuang untuk penindasan yang dialami kaum Indian Nikaragua, pengungsi di Kamboja, etnik Kurdi, korban kelaparan di Afrika, serta korban pembersihan etnik di Bosnia.

Meski sebagian besar hidupnya dihabiskan untuk mewujudkan kehidupan umat manusia agar lebih baik, Wiesel hingga akhir hayat tetap memendam kekecewaan

Menurut dia, hingga kini tidak ada yang berubah.

"Sifat manusia tetap seperti itu. Masyarakat tetap seperti itu. Terlalu banyak ketidakpedulian di dunia ini kepada orang lain, kepada derita, dan harapan mereka." (AP/Indah Hoesin/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya