Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
PARLEMEN Eropa mendesak Inggris secepatnya keluar dari keanggotaan Uni Eropa (UE) secara formal.
Sejumlah petinggi negara-negara Eropa khawatir hasil referendum pada 23 Juni lalu menimbulkan efek domino dan ketidakpastian yang membahayakan ekonomi serta sektor lapangan pekerjaan.
"Saya khawatir taktik Partai Konservatif Inggris akan merugikan semua orang. Itu sebabnya kami berharap pemerintah Inggris melakukannya (keluar resmi) sekarang. KTT pada Selasa (28/6) adalah waktu yang tepat," kata Presiden Parlemen Eropa Martin Schulz, kemarin.
Hal itu ditegaskan Schulz menyusul referendum Inggris pada 23 Juni lalu yang dimenangi kelompok pendukung keluar dari UE.
Untuk mundur dari keanggotaan UE, Inggris harus mengajukan Pasal 50 Perjanjian Lisbon Uni Eropa yang sebelumnya belum pernah digunakan.
Inggris harus memberikan informasi kepada seluruh anggota Dewan Eropa bahwa mereka bukan lagi anggota UE.
Itu merupakan langkah awal.
Empat kelompok terbesar di Parlemen Eropa juga telah merancang resolusi untuk mendesak PM Inggris, David Cameron, segera memulai proses keluar dari UE dengan resmi.
Dalam resolusi tersebut tertulis, itu dilakukan demi menghindari ketidakpastian untuk semua dan menjaga integritas perserikatan.
'Tidak ada hubungan baru apa pun antara Inggris dan Uni Eropa yang bisa disepakati sebelum kesepakatan keluar (Inggris) dipenuhi', tulis empat kelompok terbesar itu.
Untuk membahas hasil referendum Inggris yang bersejarah ini, Uni Eropa akan menyelenggarakan KTT pada Selasa (28/6) dan Rabu (29/6).
Parlemen Eropa juga akan menggelar sesi khusus.
Sebelumnya, menteri luar (menlu) negeri dari enam negara UE (Jerman, Prancis, Italia, Belanda, Belgia, dan Luksemburg) melakukan pertemuan darurat di Berlin, Jerman, Sabtu, lalu.
Dalam pertemuan itu, keenam menteri sepakat mendorong Inggris keluar dari EU secepatnya.
"Kami sepakat mengatakan proses ini harus dimulai secepatnya sehingga kita tidak berakhir dalam periode ketidakpastian lebih lama lagi," kata Menlu Jerman, Frank-Walter Steinmeier, setelah pertemuan.
Setelah referendum, mata uang pound sterling anjlok hingga 1.000 poin. Lembaga pemeringkat Moody's langsung menurunkan peringkat kredit Inggris ke kategori negatif.
Karena melihat respons pasar, dua juta lebih warga Inggris meminta referendum ulang. (AFP/Aya/I-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved