Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Singapura bukan lagi Surga Belanja Dunia

Free Malaysia Today/NST/Hym/X-5
08/6/2016 08:20
Singapura bukan lagi Surga Belanja Dunia
(AFP/ROSLAN RAHMAN)

SAM Goh gelisah, toko perlengkapan olahraga yang ia kelola, Liv Activ, di Orchard Road, Singapura, sepi. Goh hanya melayani segelintir pembeli dalam 5 jam. Ia khawatir produk-produk yang ia jajakan akhirnya akan bergabung dengan merek lain yang telah lebih dahulu hengkang dari salah satu kawasan surga belanja dunia itu.

Reputasi Singapura sebagai surga belanja, yang dibanjiri investor ritel senilai US$7,25 miliar (sekitar Rp96 triliun) dalam lima tahun terakhir, terpukul akibat perekonomian lokal yang melemah dan penurunan dalam pengeluaran wisatawan.

Ruang komersial telah meningkat sepersepuluh dalam periode itu, tapi tingkat kekosongan menjadi 7,3% dari 5,0%. Analis industri memperkirakan tren itu akan terus meningkat. "Seketika, ketika memasuki mal ini, Anda mendapati kekosongan," kata Goh, 44, yang memangkas seperempat ruang tokonya bulan lalu untuk mengurangi beban biaya.

Menurut laporan Channel News Asia, perekonomian global yang lesu telah membuat intensitas belanja warga 'Negeri Singa' mandek. Di sisi lain, pengeluaran pelanggan mancanegara yang berbelanja di negeri jiran itu terpangkas sekitar 7% dalam sembilan bulan pertama pada 2015 jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2014.

"Biasanya banyak orang Tiongkok tajir datang dan menghabiskan uang untuk barang-barang mewah dan itu tidak lagi ditemui dan Anda menghadapi banyak kompetisi," kata Christine Li, direktur penelitian pada perusahaan jasa realestat Cushman & Wakefield.

"Saya pesimistis mengenai ritel di sini (Singapura)," tambahnya.

Penjualan pakaian dan alas kaki di Singapura turun 3,5% pada Maret dan 14,6% pada Februari. Beberapa merek pakaian, seperti New Look (Inggris), dan Celio (Prancis), berencana menutup cabang mereka di Singapura tahun ini.

"Pengecer berekspansi terlalu cepat," kata Seth Kok dari SG Debt Busters. "Tapi segala sesuatu berubah menjadi buruk. Semuanya bermula ketika Tiongkok mengalami perlambatan (ekonomi)," ujarnya.

Saham perusahaan, seperti Frasers Centrepoint, Capitaland, dan Wheelock Properties, telah kehilangan 10% sampai 20% dalam 12 bulan terakhir.

Orang Tiongkok, salah satu negara penyumbang turis ke Singapura, kini kurang bernafsu memburu barang-barang mewah ke Singapura. Di sisi lain, Beijing juga telah membangun banyak mal mewah sendiri. Bahkan telah membebaskan pajak di hot spot wisata lokal mereka untuk mendorong konsumsi dan memacu pariwisata domestik.

Sementara itu, orang-orang Indonesia, Thailand, dan Malaysia kini memiliki versi lebih murah dari produk yang sama di negara masing-masing.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya