Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
PEMERINTAH Tiongkok secara resmi menyatakan tidak akan mengganggu kegiatan puasa dan standar keagamaan lainnya selama bulan suci Ramadan tahun ini di wilayah tradisional kaum muslim Uighur di Provinsi Xinjiang. Janji itu meliputi pemberian kebebasan kepada tiap restoran untuk mengatur sendiri jam operasional mereka, serta perlindungan legal terhadap kegiatan resmi di masjid dan rumah-rumah pribadi.
Dilansir Associated Press, kemarin, pernyataan tersebut dikeluarkan pemerintah Tiongkok pada konferensi pers terkait kebijakan keagamaan di Xinjiang. Kebijakan itu dikeluarkan untuk menanggapi keluhan dari kelompok pembela hak asasi setempat terhadap intervensi yang dilakukan pemerintah di masa lalu saat hari keagamaan.
Xinjiang merupakan rumah bagi kelompok minoritas muslim Uighur Tiongkok yang berbeda secara budaya, agama, dan bahasa dari masyarakat Tiongkok pada umumnya. Wilayah yang terletak di barat laut Tiongkok tersebut menjadi saksi atas gelombang kekerasan terhadap warga sipil dalam beberapa tahun terakhir.
Tiongkok selama ini mempertahankan pembatasan ketat atas ibadah umat Islam di daerah tersebut. Hal tersebut dilakukan dengan alasan untuk mempertahankan kontrol pemerintah serta membendung pengaruh Islam radikal. Kelompok hak asasi manusia dan kaum muslim Uighur mengatakan pembatasan cara berpakaian, doa, dan puasa selama bulan Ramadan telah memperburuk ketegangan etnik.
Presiden Tiongkok Xi Jinping belum lama ini menyatakan anggota Partai Komunis yang berkuasa harus ‘teguh pada paham ateis Marxis’ dan negara memberlakukan aturan ketat terhadap partisipasi keagamaan oleh siswa, guru, pegawai negeri, dan penduduk lainnya.
Ironis
Direktur Komite Urusan Etnik Xinjiang Tuergan Pida dalam konferensi pers itu menyatakan kebebasan beragama di Tiongkok sama sekali belum pernah ada sebelumnya. Pemerintah, dikatakan Pida, cenderung mengabaikan kritik terhadap kebijakan agama.
“Saat Ramadan tahun lalu, hanya pemerintah daerah yang membantu dalam mengatur tempat salat, sementara para pejabat Partai Komunis hanya makan dengan para pemimpin agama untuk menandai akhir bulan suci,” ucap Pida.
Sarjana kebijakan etnik Tiongkok di Universitas La Trobe Australia James Leibold menyatakan tidak pernah adanya kebebasan beragama di Xinjiang sangatlah ironis dan mengganggu. Dirinya mencontohkan kasus pemecatan Ketua Komisi Urusan Etnik Negara, Wang Zhengwei, yang memunculkan spekulasi penolakan para pemipin Tiongkok terhadap rencana pembangunan masjid.
“Ini menggambarkan perpecahan mendalam di tengah para pemimpin partai.” (Ric/H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved