Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
ISU mengenai konflik Israel dan Palestina merupakan isu yang belakangan ini cukup mencuri perhatian dunia. Terdapat konflik di antara kedua negara tersebut yang menyebabkan penjarahan di Palestina terjadi pada senin (17 Mei). Tercatat ada 200 korban jiwa yang meninggal, 1.300 orang terluka, dan sekitar 40.000 orang lainnya mengungsi.
Menurut Drs. M. Hamdan Basyar, Peneliti P2 Politik di LIPI, konflik tersebut bermula dari masalah domestik Israel di mana pada dua tahun terakhir terdapat empat kali pemilu legislatif (normalnya pemilu dilaksanakan tiap 4 tahun sekali) yang menandakan adanya permasalahan domestik yang cukup rumit hingga memicu penyerangan dari Israel terhadap palestina.
Baca juga: Atasi Pandemi, Dubes Singapura: Masyarakat Ikut Bertanggung Jawab
Beberapa fasilitas publik di Gaza telah dihancurkan, termasuk gedung tempat AL Jazeerah dan media massa lain berkantor yang katanya dengan tujuan untuk membungkam siaran ke wilayah luar.
“Beberapa negara-negara di Arab juga tidak ada pembelaan terhadap nasib Palestina, terlebih negara-negara yang menjalin hubungan diplomatik dengan Israel” ujar Drs. M. Hamdan Basyar.
Menurut Fitriyah Nur Fadilah dari Adara Relief Internasional berpendapat bahwa isu Palestina dan Israel tidak hanya sekedar konflik melainkan penjajahan. “Isu ini merupakan penjajahan, bukan konflik sehingga penyelesaiannya tidak bisa menggunakan resolusi konflik. Selama 70 tahun ke belakang Palestina selalu mengalami penjajahan, Ethnic cleansing, dan apartheid," ujarnya.
Terdapat juga beberapa kasus di mana izin pembangunan rumah tak kunjung dikeluarkan sejak 2015 hingga 2020 dan pada akhirnya rumah tersebut harus dihancurkan.
Pada awal Januari 2021, Israel melakukan sejumlah pelanggaran seperti 50 kali terjadi penggerebekan ke masjid Al-Aqsa, 82 kasus penganiayaan dan kekerasan warga pemukiman Yahudi, serta 10 pelanggaran terhadap wartawan. “Mereka (Palestina) tidak miskin, melainkan dimiskinkan” pungkasnya.
Dr. Ryantori selaku Direktur The Indonesian Society for Middle East Studies memaparkan beberapa kutipan terkait posisi Indonesia dalam isu Palestina antara lain mendukung langkah Palestina mewujudkan kemerdekaan. Bagi Indonesia, isu Palestina dinilai menjadi isu sentral, khususnya di Timur Tengah.
"Mendorong pengakuan kedaulatan Palestina oleh negara anggota PBB dan organisasi internasional. Mendukung inisiatif negara-negara & PBB guna menghidupkan kembali perundingan damai dengan menggunakan solusi dua negara. Menggalang negara-negara OKI menemukan solusi dalam penyelesaian masalah Palestina-Israel," pungkasnya. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved