(Warga Rohingya yang selamat setelah melarikan diri dari kamp tahanan di perbatasan Thailand-Malaysia--AP/Sakchai Lalit)
KEPOLISIAN Thailand menemukan lagi kuburan yang diduga berisi jasad-jasad migran dari Myanmar dan Bangladesh di sebuah hutan di pelosok Thailand Selatan.
Lokasi itu berjarak 1 km saja dari kamp serupa di dekat perbatasan Malaysia yang disingkap polisi pada Jumat (1/5). Saat itu, polisi menyingkap 26 jenazah dalam kuburan massal.
"Kami menemukan kamp kedua itu Senin (4/5) malam. Lokasinya di dekat kamp pertama, sekitar 25 kilometer arah barat dari Padang Besar di Provinsi Songkhla," tutur juru bicara kepolisian Thailand Prawut Thavornsiri, kemarin.
Di kamp kedua itu, polisi juga menemukan lima makam.
"Kami belum bisa mengonfirmasi isi kuburan itu," ujar Thavornsiri.
Sejak kamp pertama ditemukan pekan lalu, lima pejabat wilayah Padang Besar telah ditangkap. Kelimanya diduga terlibat dalam perdagangan manusia.
Warga Myanmar dari etnik Rohingya bernama Anwar juga ditangkap di Provinsi Nakhon Sri Thammarat.
Menurut otoritas Thailand, dua kamp di perbatasan Thailand-Malaysia itu amat mungkin digunakan jaringan transnasional yang menyelundupkan kelompok minoritas muslim dari Myanmar beserta migran dari Bangladesh.
Orang-orang yang diselundupkan itu lantas disiksa dan ditahan sampai keluarga mereka membayar tebusan.
Deputi komandan polisi Nakhon Sri Thammarat, Anuchon Chamart, mengatakan Anwar atau Soe Naing merupakan tokoh utama yang mengelola kamp dan meminta tebusan.
"Dia terlibat dalam penyelundupan kelompok Rohingya dari Myanmar melalui Thailand menuju Indonesia dan Malaysia," jelas Chamart.
Perdagangan manusia Setiap tahun, puluhan ribu warga muslim Rohingya dari Myanmar dan Bangladesh berupaya menyeberang ke Thailand Selatan.
Penyingkapan sejumlah jasad migran dipandang sebagai bukti tentang bahaya yang dihadapi para migran dalam pelarian mereka demi menyelamatkan diri dari penganiayaan dan kemiskinan.
Kelompok hak asasi manusia sudah lama menuding otoritas Thailand bergeming dalam menindak perdagangan manusia. Mereka juga menyambut penangkapan Anwar.
"Namanya sudah kami pantau selama dua hingga tiga tahun terakhir. Oleh para migran yang selamat, dia disebut sebagai gembong penyelundup," kata Chris Lewa dari Arakan Project, kelompok pemantau kapal penyelundup manusia.
Kelompok Rohingya disebut PBB sebagai salah satu kelompok minoritas yang paling parah mengalami penganiayaan.
Warga Rohingya dari Myanmar dan Bangladesh kerap diselundupkan ke Thailand dengan iming-iming tawaran pekerjaan.
Upaya otoritas Thailand menumpas human trafficking dengan menangkapi sederet pejabat pemerintahan diduga membuat para penyelundup mengubah strategi.
Menurut Thavornsiri, para penyelundup segera mengosongkan tempat mereka menahan para migran. Warga migran yang sakit atau tidak bisa berjalan sengaja ditinggalkan di kamp.
Saat menyingkap kuburan massal di kamp pertama, polisi menemukan dua orang dewasa yang masih hidup dan menderita malanutrisi. (AFP/I-2)