PADA 29 Desember 1929, bersama tiga rekan dari Partai Nasional Indonesia (PNI), yakni Maskoen, Soepriadinata, dan Gatot Mangkoepraja, Soekarno yang kemudian menjadi proklamator Indonesia ditangkap Belanda di Yogyakarta. Selama lebih dari delapan bulan berikutnya, presiden pertama RI itu mendekam di penjara Banceuy, Bandung, Jawa Barat.
Selnya, nomor 5, berukuran 2,5x1,5 meter saja. Di situlah Soekarno menyusun pledoi yang sarat makna kemerdekaan, diberi judul Indonesie Klaagt Aan atau Indonesia Menggugat. Pidato pembelaan itu lantas terkenal sebagai pengobar semangat kemerdekaan. Penjara Banceuy yang bersejarah pun menjadi salah satu tujuan historical walk alias jalan tapak tilas dalam peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika.
Dengan pledoi bersejarah yang disusun Soekarno itu, kata Fatiadi, anggota tim revitalisasi penjara Banceuy tidak bisa dilepas dari sejarah konsep awal kemerdekaan. ''Sayangnya, tidak banyak orang yang tahu bahwa Kota Bandung, lokasi penjara Banceuy, merupakan cikal bakal gelora semangat Indonesia merdeka,'' ucap Fatiadi.
Kini, sejak 1983, bekas penjara Banceuy memang telah berubah wujud jadi kompleks pertokoan. Yang masih dipertahankan ialah sel sempit bernomor 5 tempat Soekarno mendekam dan menara penjagaan. Menjelang jalan tapak tilas yang dijadwalkan dilakukan hari ini, renovasi telah dilakukan. Sebuah patung sosok Soekarno pun telah ditempatkan di pelataran.
Patung itu dibuat dari perunggu dicampur kuningan dan menggambarkan Soekarno berpeci, mengenakan piyama dalam posisi duduk sembari memegang buku dan pena. Pembuatnya ialah Surya Pernawa, alumnus Fakultas Seni Rupa, Institut Teknologi Bandung. ''Pak Surya memelajari betul detail sosok Soekarno saat dipenjara. Lihat saja dari mimik muka yang kosong menerawang,'' kata Fatiadi. Surya pun, lanjut dia, menyesuaikan karyanya dengan usia Soekarno, yakni 28 tahun, saat dipenjara.
Sesuai dengan tradisi budaya Sunda, ritual ngaruat atau ruwatan tidak ketinggalan digelar pada Senin (21/4), saat patung Soekarno ditempatkan di monumen penjara Banceuy.
Menurut budayawan Abah Nanu yang memimpin ritual, ruwatan merupakan tradisi masyarakat Sunda yang diwariskan secara turun-temurun. ''Biasanya, sebelum memasang sesuatu yang dianggap berharga, orang Sunda menggelar ruwatan. Seperti juga peletakan patung Bung Karno ini,'' lanjut Abah Nanu.
Ngaruat, sambung dia, sebetulnya bertujuan menguatkan apa yang ada di dalam patung itu sendiri. Harapannya, semangat kemerdekaan yang dikobarkan Bapak Proklamasi terus membara.(I-1)