Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
SEORANG anak perempuan menjerit kegirangan saat ia berjalan-jalan di sepanjang pantai di Hong Kong. "Oh, lihat bunda! Salju di Hong Kong!" pekiknya.
Hong Kong memang sempat dilanda anomali meteorologi dengan suhu udara menurun drastis mencapai titik terendah dalam 60 tahun terakhir. Namun, yang ditunjuk bocah perempuan itu bukanlah salju, melainkan gundukan sampah polistirena. Polistirena merupakan salah satu zat yang digunakan dalam pembuatan plastik.
Ya, Hong Kong, kota yang masuk jajaran kota paling layak huni dan maju di dunia, tercekik masalah sampah plastik. "Setiap hari volume (sampah plastik) setara dengan bobot dua pesawat Airbus A380 dibuang dalam bentuk limbah domestik," ungkap Lisa Christensen, koordinator pendiri organisasi pegiat kebersihan HK Clean Up. Sebagai tambahan informasi, menurut laman resmi Airbus, satu pesawat A380 berbobot 369 ton tanpa bahan bakar.
Saban hari, data organisasi HK Clean Up menyebut lebih dari 2.000 ton material polistirena, termasuk limbah plastik industri, dibuang di wilayah pesisir dan perairan Hong Kong. Akibatnya, tempat pembuangan akhir kelebihan kapasitas, bahkan taman-taman serta saluran air dan pantai ikut tersumbat dan terpolusi. "Rata-rata kami menghasilkan 1,36 kg limbah domestik per orang per hari. Di sisi lain, Tokyo, Jepang, hanya menghasilkan 0,77 kg," tegas Christensen.
Aktivis lingkungan lokal Jo Wilson mengaitkan kebiasaan itu dengan pola pikir warga. "Fokus generasi supermarket ialah kenyamanan, sedangkan isu-isu polusi sangat jauh dari pikiran mereka," kata Wilson. Wilson juga menyampaikan sampah plastik banyak dihasilkan cuma dari makan siang. "Warga Hong Kong terbiasa memiliki pasukan pembersih dan pembantu rumah tangga, jadi mungkin sebagian orang tidak terbiasa menjaga kebersihan lingkungan," tambah Wilson. Kemasan berlebihan yang digunakan dalam industri makanan, ditambah lagi kurangnya pendidikan publik, menurut Wilson, memperburuk masalah sampah di Hong Kong.
Secara global, produksi plastik memang melonjak dari 15 juta ton pada 1964 menjadi 311 juta ton pada 2014. Angka itu bahkan diperkirakan bertambah lagi dua kali lipat dalam 20 tahun mendatang karena permintaan terus saja ada. Situasi di Hong Kong menjadi sorotan khusus karena masyarakatnya amat konsumtif. Meski ada sejumlah keberhasilan dalam mendorong orang mendaur ulang kertas dan logam, limbah plastik masih menjadi momok. Toh Wilson masih optimistis. "Saya yakin akan tiba masanya orang akan menolak penggunaan plastik dan kemasan. Seperti juga sekarang orang tidak lagi merokok di ruangan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved