Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PETUGAS kepolisian di Hong Kong kemarin menggunakan semprotan merica dan pentungan untuk menghalau para pengunjuk rasa.
Massa sebelumnya menguasai sejumlah jalan utama dalam aksi yang digadang-gadang sebagai demonstrasi besar-besaran jelang peringatan 22 tahun penyerahan Hong Kong dari Inggris ke Tiongkok.
Pusat finansial global di Asia itu telah diguncang demonstrasi bersejarah dalam tiga pekan terakhir. Tindakan massa didorong tuntutan penarikan rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi ke daratan Tiongkok.
Ketegangan meruncing sekali lagi di kota semiotonom itu setelah beberapa kelompok pemuda, yang mengenakan topeng, mengepung tiga jalan utama. Mereka memasang penyekat logam dan plastik untuk menghalangi akses jalan.
Polisi antihuru-hara yang dilengkapi helm dan tameng berhadapan dengan pengunjuk rasa di Distrik Admiralty dan Kota Wanchai.
Sesaat sebelum upacara pengibaran bendera untuk memperingati hari penyerahan, petugas kepolisian langsung menyerbu demonstran yang memblokade sebuah ruas jalan. Seorang perempuan terpantau mengalami pendarahan akibat luka di kepala setelah bentrokan pecah.
Sejumlah demonstran melemparkan telur ke arah petugas kepolisian. Sekitar 13 petugas terpaksa dibawa ke rumah sakit karena disiram cairan yang belum diketahui jenisnya.
Gerakan protes itu mencerminkan kekhawatiran yang semakin besar bahwa Tiongkok akan menghapus kebebasan Hong Kong dengan bantuan para pejabat yang pro-Tiongkok.
Seorang mahasiswa berusia 20 tahun, Benny, mengatakan demonstran harus bertindak cepat mengingat, kepemimpinan Hong Kong yang pro-Tiongkok mengambil kebijakan keras.
“Sebenarnya bukan ini yang kami inginkan. Namun, pemerintah memaksa kami untuk mengutarakan pandangan dengan cara seperti ini,” tegasnya.
Warga khawatir
Walaupun Hong Kong dikembalikan dari pemerintahan Inggris ke Tiongkok per 1 Juli 1997, Hong Kong masih dikelola secara terpisah di bawah pengaturan yang dikenal ‘satu negara, dua sistem’. Masyarakatnya menikmati hak dan kebebasan yang jarang ditemukan di Tiongkok. Namun, banyak warga khawatir Beijing mulai mengingkari perjanjian tersebut.
Sejumlah aktivis prodemokrasi rutin mengorganisasi demonstrasi setiap peringatan hari penyerahan. Mereka menyerukan kebebasan demokratis yang lebih kuat, seperti hak untuk memilih pemimpin kota.
Dalam beberapa tahun terakhir, mereka mampu menggalang banyak orang, termasuk pendudukan selama dua bulan pada 2014. Namun, aksi itu gagal memenangi konsesi apa pun dari Beijing.
Unjuk rasa tahun ini dibingkai protes antipemerintah, yang belum pernah terjadi sebelumnya. Selama tiga pekan terakhir, aksi protes itu mampu menarik keterlibatan jutaan orang. Publik pun marah atas tindakan polisi yang menggunakan gas air mata dan peluru karet, saat membubarkan massa.
Percikan gelombang protes saat ini berasal dari upaya Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, untuk mengesahkan RUU ekstradisi yang didukung Tiongkok. Wacana kebijakan itu akhirnya terpaksa ditunda menyusul reaksi publik.
Demonstrasi kemudian berubah menjadi gerakan yang lebih luas, yakni melawan pemerintahan Lam dan Tiongkok.
Lam sendiri akhirnya kembali muncul di publik dengan menghadiri upacara pengibaran bendera yang menandai 22 tahun penyerahan kota ke kepemilikan Tiongkok. (AFP/X-11)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved