Headline

Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.

Fokus

Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.

Wiranto Ajak Peserta KTT Rusia Perkuat Kerja Sama Keamanan Global

Golda Eksa
25/4/2018 22:50
Wiranto Ajak Peserta KTT Rusia Perkuat Kerja Sama Keamanan Global
(Ist)

MENTERI Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan terjadinya perubahan pola penyebaran paham radikal dari para ektremis Islamic State (IS).

Sebelumnya, pola penyebaran dilakukan secara terpusat dengan mengadakan pertemuan tertutup dengan jumlah pengikut terbatas atau convergence, kini berubah menjadi lebih tersebar dan bervariasi dengan memanfaatkan media sosial seperti Twitter, Telegram, Facebook, dan WhatsApp atau divergence.

Demikian pernyataan Menko Polhukam Wiranto dalam pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi yang membahas tentang masalah keamanan global di Sochi, Rusia, Rabu (25/4).

“Mereka juga memodifikasi pola strategi dalam melancarkan serangan teror. Sebelumnya, mereka beraksi sebagai satu organisasi dalam melakukan serangan, namun kini serangan-serangan tersebut muncul dalam unit yang lebih kecil, atau bahkan atas inisiasi sendiri atau lone wolf,” kata Wiranto melalui keterangan dari Humas Kemenko Polhukam.

Menurut dia, strategi tersebut sudah semakin sering dilakukan oleh organisasi teror untuk mengamankan jaringan serta untuk meningkatkan taktik pola serangan mereka. Selain itu, strategi dan taktik mereka didukung oleh teknologi finansial modern, dimana transaksi finansial yang dilakukan oleh organisasi teror tersebut menjadi lebih canggih dan sulit dilacak.

“Dengan perkembangan teknologi ini, kita semua harus lebih bersiap dengan memperkuat kerja sama yang berkelanjutan,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Menko Polhukam menjelaskan tentang bagaimana cara Indonesia dalam menghadapi para teroris tersebut. Sebagai negara dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta orang dan 85% adalah muslim, serta lebih dari 300 juta orang menggunakan smartphone, di mana 132 juta penggunanya terhubung dengan internet, menjadikan Indonesia sebagai negara yang sangat mudah disusupi paham radikalisme dan propaganda.

Dalam menghadapi kenyataan itu, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah dan tindakan, tidak hanya melalui langkah hukum atau hard approach, tetapi juga dengan pendekatan secara personal atau soft approach, seperti menerapkan kebijakan untuk melakukan deradikalisasi/kontra-radikalisasi, kontra-opini, kontra-narasi, serta kontra-ideologi kepada para mantan teroris atau eks-napiter.

“Ada sekitar 600 eks-napiter yang mengikuti program deradikalisasi dan hanya 3 dari jumlah tersebut yang kembali melakukan aksi terorisme. Dan juga ada 124 eks-napiter yang telah berubah menjadi agen perdamaian yang menyampaikan pesan damai kepada publik dan orang-orang yang rentan terkena virus radikalisasi,” tukasnya.

Selain itu, pemerintah Indonesia juga melakukan langkah kontra-narasi dengan mengajak 600 anak muda atau milenial untuk membantu pemerintah menyebarkan pesan perdamaian dan persatuan ke seluruh negeri. Langkah ini dinilai efektif karena melibatkan kreativitas generasi muda.

Menko Polhukam menambahkan bahwa pemerintah juga terus berupaya mencegah aksi terorisme melalui dunia siber atau cyber-terrorism. Dikatakan, dalam mencegah cyber-terrorism dan mengantisipasi berkembangnya rekruitmen lone wolf melalui teknologi siber, pemerintah telah membentuk beberapa unit kerja.

"Polri secara khusus menangani kejahatan siber dan multimedia, sementara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah membentuk Pusat Media Damai,” ujarnya.

Kepada para peserta konferensi, Menko Polhukam menyampaikan bahwa untuk melawan aksi terorisme adalah dengan sesegera mungkin mengambil langkah untuk menghancurkan atau melemahkan kapasitas finansial mereka. Untuk hal ini, pemerintah Indonesia telah melakukan langkah konkret dalam membuat mekanisme keuangan yang memenuhi standar internasional dalam melawan Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (Money Laundering and Terrorism Financial/MLTF). Indonesia juga telah mengikuti Mutual Evaluation Review (MER) oleh Asia-Pasific Group (APG) dalam pemeriksaan MLTF beberapa bulan lalu.

Wiranto mengajak seluruh peserta KTT untuk bersama-sama memperkuat upaya hukum, berbagi informasi dan data inteligen, mengontrol daerah perbatasan dan teknologi siber melalui berbagai mekanisme kerja sama internasional.

“Untuk terus menghadapi tantangan ini, mari kita bersama-sama memperkuat upaya dalam mencegah dan membasmi terorisme dengan memperkuat kerja sama baik secara bilateral, regional, maupun internasional,” pungkasnya. (OL-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik