ANDRE Menezes, 35, ialah satu dari satu jutaan orang yang berunjuk rasa di Kota Sao Paulo, Brasil, menuntut pelengseran Presiden Dilma Rousseff yang dinilai tidak berbuat apa-apa atas maraknya skandal korupsi di perusahaan minyak raksasa milik pemerintah, Petrobras. "Dia (Rousseff) mungkin tidak terlibat langsung dalam korupsi di Petrobras, tapi dia pasti tahu tentang masalah itu, dan bagi saya itu membuat dia bersalah dan menjadi pembenaran untuk lengserannya," ungkap Menezes.
Skandal korupsi di lingkup perusahaan pengelola 'emas hitam' itu memang pemicu munculnya unjuk rasa anti-Rousseff di seluruh penjuru 'Negeri Samba'. Puluhan tokoh politik, termasuk sekutu dekat Rousseff, dan mantan eksekutif Petrobras sedang dalam penyelidikan aparat penegak hukum untuk kasus pencucian uang. Beberapa dugaan praktik korupsi disebut terjadi saat Rousseff memimpin Petrobras. Tak tanggung-tanggung, ada 22 deputi, 13 senator, dan dua gubernur diduga terlibat dalam praktik suap.
Adapun Rousseff belum diselidiki aparat penegak hukum. Pejabat tinggi eksekutif sudah dipenjara dan jaksa agung sedang menyelidiki puluhan anggota kongres, juga anggota dan mantan eksekutif, atas tuduhan terlibat dalam penyuapan yang diduga telah berlangsung sejak 1997, sebelum partai Rousseff berkuasa pada 2003. Praktik suap di tubuh Petrobras disebut mencapai US$800 juta (Rp10,6 triliun). Suap dan dana lainnya diberikan perusahaan konstruksi dan teknik terbesar di negara itu untuk mendapatkan konsesi kontrak dari Petrobras.
Selain skandal korupsi Petrobras, Rousseff menghadapi masalah inflasi dan ekonomi Brasil yang berada di ambang resesi. Pedro Arruda, pakar politik pada Pontifical Catholic University Sao Paulo, mengatakan demonstran berhak menuntut pemecatan Rousseff. Namun, kata dia, "Pemakzulan yang mereka tuntut tidak memiliki dasar hukum."