Headline

Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.

Duterte Keluar dari Pengadilan Pidana Internasional

AFP/Ire/I-2
15/3/2018 09:31
Duterte Keluar dari Pengadilan Pidana Internasional
(AFP/STR)

PRESIDEN Filipina Rodrigo Duterte menegaskan bahwa Filipina menarik diri keluar dari perjanjian yang mendasari Pengadilan Pidana Internasional (ICC), pihak yang memeriksa program pemberantasan narkobanya pada Rabu (14/3).

"ICC digunakan sebagai alat politik melawan Filipina. Oleh karena itu, saya segera mengumumkan bahwa Filipina menarik ratifikasi Statuta Roma secara efektif," kata Duterte dalam pernyataan.

Pada kesempatan itu, dia kembali membela diri dari serangan tanpa dasar ke pemerintahan dan personalnya yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Duterte dituding memicu pembu-nuhan tersangka kasus narkoba yang memanas sejak Filipina menjadi negara Asia Tenggara pertama yang menjalani 'pemeriksaan pendahuluan' oleh jaksa pengadilan.

"Tindakan yang diduga dilakukan oleh saya bukanlah genosida dan kejahatan perang. Kematian yang terjadi dalam proses operasi polisi yang sah tidak memiliki niat untuk membunuh," tambahnya.

Pada bulan lalu, ICC mengumumkan sedang memulai sebuah penelitian soal pembunuhan yang menurut polisi Filipina sebanyak 4.000 orang. Namun, kelompok hak asasi manusia mengatakan jumlahnya tiga kali lipat dari itu.

Profesor di fakultas hukum Filipina, Celeste Mallari, mengungkapkan pengadilan itu dapat menyelidiki tindakan yang telah dilakukan sejak Filipina menjadi anggota ICC sampai satu tahun setelah pemberitahuan penarikan diri. "Keinginan Filipina untuk menjauh dari Pengadilan Pidana Internasional sangat disayangkan, tapi tidak menutup pintu pada pemeriksaan jaksa terhadap rekam jejak mengerikan pemerintah yang mengerikan," kata Param-Preet Singh dari Human Rights Watch.

Jika Filipina menarik diri dari peng-adilan, Filipina akan mengikuti jejak Burundi, Zambia, Afrika Selatan, Kenya, dan Gambia serta Rusia. Pada 13 Oktober 2016, jaksa ICC Fatou Bensouda sangat prihatin atas laporan pembunuhan ekstrayudis terhadap lebih dari 3.000 pengguna dan pelaku obat terlarang.

Pada Februari, Dewan Hak Asasi Manusia PBB mengumpulkan catatan hak asasi manusia negara itu dan Menteri Luar Negeri Islandia Gudlaugur Thor Thordarson meminta Filipina untuk menerima kunjungan Pelapor Khusus PBB.

Awalnya Filipina bersedia bekerja sama, tapi juru bicara Duterte, Harry Roque menyatakan akan menolak kunjungan pelapor seperti Agnes Callamard.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya