Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
PRESIDEN Venezuela Nicolas Maduro menyatakan telah memenangi pemilihan yang bertujuan untuk membentuk Majelis Konstituante yang digelar Minggu (30/7). Pemilihan yang digelar di tengah kecaman oposisi dan masyarakat internasional menelan korban 10 orang tewas. Dengan mengenakan pakaian warna merah cerah, tangan terkepal, dan wajah yang berseri-seri, Maduro mengklaim kemenangan di hadapan ratusan pendukungnya di Caracas. "Kita telah memiliki Majelis Konstituante," seru Maduro, Senin (31/7)."Ini adalah pemilihan revolusi terbesar yang pernah ada dalam sejarah dalam 18 tahun," ujarnya, mengacu pada tahun pendahulunya, Hugo Chavez, meraih kekuasaan.
"Apa kita peduli dengan yang dikatakan Trump?" tambahnya, merujuk pada ancaman sanksi Presiden Amerika Serikat Donald Trump jika pemilihan tetap digelar. Dewan Pemilihan Nasional Venezuela mengumumkan pada Minggu (30/7) bahwa lebih dari delapan juta orang atau sekitar 41,5% telah memberikan suara bagi pembentukan Majelis Konstituante yang akan memberikan akses Maduro kekuasaan lebih besar. Kepala Dewan Pemilihan Nasional, Tibisay Lucena, mengatakan jumlah pemilih meningkat drastis. Jumlah pemilih ini dua kali lebih banyak daripada perkiraan oposisi dan pakar independen. Majelis Konstituante akan beranggotakan 545 anggota, termasuk istri Maduro, Cilia Flores, tangan kanannya, Diosdado Cabello, dan beberapa sekutunya.
Tugas utamanya ialah membubarkan kongres yang dikuasai oposisi dan menulis ulang konstitusi. Dalam pidatonya, Maduro juga mendorong majelis untuk melaksanakan tugas pertama mereka, yakni menghapus hak kekebalan anggota parlemen oposisi dari segala tuntut-an hukum.
Ancaman Demonstrasi
Di lain pihak, oposisi menuding sejumlah kecurangan telah terjadi dalam pemilihan kontroversial tersebut dan berjanji akan terus menggelar demonstrasi. Pemimpin senior oposisi, Henrique Capriles, telah meminta warga Venezuela untuk terus menentang pemilihan dan pembantaian yang dilakukan Maduro dengan menggelar sejumlah demonstrasi baru. "Kami tidak mengakui proses yang curang ini," ujarnya sambil menyerukan demonstrasi nasional kemarin dan demonstrasi massal di Caracas pada Rabu (2/8), tepat di hari ketika Majelis tersebut akan dilantik.
Maduro sendiri telah melarang warga untuk berdemonstrasi dengan ancaman hukuman penjara hingga 10 tahun. Pada Minggu (30/7), sebanyak 10 orang dilaporkan tewas dalam gelombang pertum-pahan darah yang melanda Venezuela. Ini membuat jumlah korban tewas dalam empat bulan demonstrasi mencapai 120 orang. Mereka yang tewas termasuk seorang kandidat untuk majelis baru tersebut, seorang pemimpin oposisi regional, dua demonstran remaja, dan seorang tentara di Negara Bagian Tachira yang turut dilanda kekerasan.
Secara terpisah, AS mengancam akan menjatuhkan sanksi baru. "Majelis konstituante bertujuan untuk melemahkan hak rakyat Venezuela untuk menentukan nasib sendiri," ujar juru bicara Kemenlu AS, Heather Nauert, dalam sebuah pernyataan. Pemilihan itu juga dikecam Uni Eropa, Kanada, dan sejumlah negara Amerika Latin termasuk Argentina, Brasil, Kolombia, dan Meksiko. (AFP/Ihs/I-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved