Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
OPERASI pembersihan yang digelar militer Myanmar di Negara Bagian Rakhine menjadi awal mula kehancuran Ayamar Bagon, seorang perempuan muslim Rohingya. Di tengah kehamilan yang menginjak sembilan bulan, perempuan berusia 20 tahun itu mengaku kepada suaminya bahwa dirinya diperkosa tentara Myanmar. "Mereka tahu saya hamil, tapi tidak peduli. Suami saya menyalahkan saya karena membiarkan hal itu terjadi. Lalu dia menikahi perempuan lain dan sekarang tinggal di desa lain," tutur ibu yang melahirkan seorang bayi perempuan itu.
Bagon saat ini hidup dengan mengandalkan sumbangan makanan dan uang dari tetangga-tetangganya. Cerita yang sama datang dari ibu dua anak, Hasinnar Baygon, 20. Dia mengatakan suaminya mengancam akan pergi setelah Baygon mengaku diperkosa tiga tentara pada Desember tahun lalu. "Suami saya mengatakan akan meninggalkan saya. Dia menyalahkan saya karena saya tidak melarikan diri," kata Baygon. Dia tahu mereka tentara karena seragam dan senjata yang mereka bawa saat mereka bergiliran menodainya di gubuk yang juga dijaga bergantian.
Kedua perempuan itu ialah bagian dari sekelompok perempuan Rohingya yang mengalami nasib tragis dan kini hidup bergantung pada bantuan orang lain di tepi Desa Kyar Gaung Taung. Semua orang Rohingya telah meninggalkan desa itu karena takut dipukuli tentara. Di desa itu hanya tersisa perempuan, anak-anak, serta orang tua. Pemerintah Myanmar telah membantah hal itu. Meski begitu, cerita para perempuan tersebut menggema di sejumlah akun yang dikumpulkan penyelidik PBB dan kelompok hak asasi manusia dari sekitar 74 ribu orang Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh.
PBB yakin ratusan orang sangat mungkin tewas dalam masa paling berdarah selama bertahun-tahun penganiayaan 1,2 juta muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar. Desa Kyar Gaung Taung mengalami kejadian paling brutal pada November saat saksi mata dan media pemerintah mengatakan puluhan orang Rohingya terbunuh oleh tentara yang menyerbu desa-desa. Pemerintah Myanmar menolak hampir semua klaim pelanggaran dan melarang misi pencarian fakta PBB masuk ke daerah tersebut. Sebaliknya, mereka mengatakan penyelidikan oleh militer dan polisi serta tim yang ditunjuk negara cukup memadai.
"Sejumlah kasus terkait dengan pembunuhan telah dilaporkan pascapenyelidikan. Mereka juga melakukan penyelidikan atas dugaan pemerkosaan," kata kepala polisi penjaga perbatasan Rakhine Brigadir Jenderal San Lwin. Kelompok hak asasi manusia telah lama menuduh militer Myanmar menggunakan pemerkosaan sebagai senjata perang dalam konflik etnik di perbatasan itu. Tuduhan laki-laki muslim melakukan hal yang sama kepada perempuan Buddhis juga sering digunakan untuk meningkatkan kebencian. Tuduhan itu memicu bentrokan pada 2012 yang menyebabkan 120 ribu orang mengungsi disusul kerusuhan mematikan dua tahun kemudian di dekat Mandalay.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved