Headline
Sebaiknya negara mengurus harga barang dulu.
SEDIKITNYA 20 ribu warga sipil terjebak di wilayah yang dikuasai kelompok Islamic State (IS) di kota tua Mosul yang sedang digempur pasukan Irak dengan dukungan militer Amerika Serikat. Setelah lebih dari delapan bulan sejak dimulainya operasi untuk merebut kembali Mosul dari kelompok IS, pasukan Irak hampir menguasai seluruh kota tersebut. IS kini hanya menguasai sebuah wilayah kecil di tepi barat Sungai Tigris. Namun, pertempuran merebut benteng terakhir IS itu sangat sulit.
Koordinator Kemanusiaan PBB di Irak, Lise Grande, mengatakan warga sipil yang terjebak di tengah pertempuran berada dalam bahaya sangat ekstrem. "Kami perkirakan pada tahap ini terdapat sekitar 15 ribu warga sipil, bahkan mungkin 20 ribu warga sipil di kantong-kantong terakhir kota itu. Kondisi orang-orang yang terjebak di kantong-kantong tersebut sangat buruk karena kekurangan makanan," katanya. Lebih lanjut, ia mengungkapkan pertempuran tersebut mengakibatkan 950 ribu orang harus mengungsi dan sekitar 700 ribu di antaranya saat ini masih terlunta-lunta.
IS menguasai daerah-dae-rah yang luas di utara dan barat Baghdad sejak 2014. Namun, pasukan Irak yang didukung serangan udara pimpinan AS dan dukungan lainnya berhasil merebut kembali wilayah-wilayah mereka yang hilang.
Selain di Mosul, Irak, pertempuran mengusir IS juga dilakukan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung AS. Mereka tengah menggempur IS di Raqa, Suriah, yang menjadi ibu kota de facto kelompok itu. SDF berhasil menembus Raqa pada 6 Juni setelah selama berbulan-bulan mengepung kota tersebut. Pekan ini mereka berhasil menembus jantung kota itu.
Ribuan warga sipil juga diperkirakan masih terjebak di dalam kota tersebut. Mereka dikhawatirkan dijadikan tameng oleh kelompok militan itu. Organisasi Pemantau Suriah untuk Hak Asasi Manusia mengatakan sedikitnya 224 warga sipil, termasuk 38 anak, terbunuh akibat serangan udara sejak SDF memasuki kota itu. Secara terpisah, sebagai upaya bersama untuk menstabilkan negara yang dilanda perang tersebut, AS menyatakan bersedia bekerja sama dengan Rusia untuk membangun 'zona larangan terbang' di Suriah. Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan Rusia memiliki 'tanggung jawab khusus' untuk membantu menciptakan stabilitas di lapangan, atau berisiko terpukul dalam perang melawan kelompok IS.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved