Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Pelecehan Pornografi Masif di Australia

09/5/2017 04:15
Pelecehan Pornografi Masif di Australia
(THINKSTOCK)

MASIFNYA aksi pelecehan pornografi, termasuk mengambil gambar dan berbagi foto intim tanpa izin, di Australia mengkhawatirkan sejumlah kalangan.

Para peneliti, kemarin, mendesak perlunya undang-undang yang lebih ketat untuk melindungi korban 'balas dendam pornografi' di sana.

Seruan itu datang menyusul sebuah survei yang mengungkapkan bahwa pelecehan, termasuk pengambilan gambar dan berbagi gambar intim tanpa izin, berada dalam skala masif.

Dari studi nasional yang didanai pemerintah yang melibatkan lebih dari 4.200 orang itu terungkap satu dari lima orang Australia telah menjadi korban tindakan pelecehan tersebut.

Perilaku pelecehan itu termasuk pengambilan foto-foto intim tanpa persetujuan dan kemudian korban menghadapi ancaman atau intimidasi akan disebarkan di jejaring sosial.

Akademisi di Monash University dan RMIT University menemukan pria dan perempuan sama-sama mungkin menjadi sasaran, sedangkan 50% dari kelompok minoritas, seperti orang Aborigin dan orang cacat, melaporkan sejumlah bentuk pelecehan.

Sekitar sepertiga dari korban diidentifikasi sebagai lesbian, gay, atau biseksual.

Periset di balik survei--yang paling komprehensif mengenai masalah itu di Australia-- mengatakan undang-undang perlu diperkuat.

Mereka menambahkan, 'balas dendam dengan pornografi' telah muncul dengan sangat cepat sehingga undang-undang 'berjuang mengejar ketinggalan'.

"Survei kami baru sebatas korban yang menyadari bahwa gambar mereka telah didistribusikan, sementara beberapa korban mungkin tidak pernah mengetahui gambar mereka telah diambil dan didistribusikan," kata dosen senior bidang kriminal di Monash University, Asher Flynn.

Jenis pelecehan yang paling umum ialah mengambil gambar intim tanpa persetujuan.

Sekitar 11% korban melihat gambar mereka didistribusikan tanpa persetujuan, dengan sekitar 40% disebarkan di media sosial seperti Snapchat dan Facebook.

Sebagian besar korban yang mengalami sextortion, atau diancam akan dibagi citra mereka, mengatakan mereka menderita kegelisahan sebagai dampaknya, dengan banyak orang takut akan keselamatan mereka.

Sekitar setengah dari korban mengatakan pelaku mereka adalah laki-laki, sekitar sepertiga pelanggar itu adalah perempuan, sementara 13% mengatakan pelaku tidak diketahui.

"Kita perlu memikirkan kembali pendekatan kita, baik dari perspektif hukum, tetapi juga sebagai sebuah komunitas, untuk mengubah sikap yang sering menyalahkan korban dan mengecilkan kerugian sesungguhnya yang disebabkan penyalahgunaan berbasis gambar," kata dosen studi hukum RMIT, Anastasia Powell. (AFP/Haufan Hasyim Salengke/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya