Headline
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
BEIJING dan Pyongyang memiliki hubungan yang ditempa oleh darah selama Perang Korea. Sejak itu Tiongkok terus menjadi penyedia utama bantuan dan dagang untuk Korea Utara (Korut). Namun, dalam beberapa tahun terakhir, hubungan itu kerap diwarnai keributan, terutama setelah uji coba nuklir Korut yang berisiko memicu krisis kawasan.
Pemimpin Korut Kim Jong-un pun belum mengunjungi sekutunya tersebut. Padahal, ia sudah lebih dari lima tahun mengambil alih kekuasaan.
Hubungan kedua negara pun semakin memburuk saat media Korut dan Tiongkok terlibat perang kata pada Kamis (4/5). Semua berawal ketika media Tiongkok, Global Times, menggambarkan isu nuklir Korut sebagai 'puzzle yang dipenuhi bom' dan menyebut Pyongyang 'tidak seharusnya menyalakan api dan meledakkan itu'. Sebelumnya, pada pertengahan April, Global Times juga memuat artikel yang mempertimbangkan sanksi yang belum pernah diberikan sebelumnya kepada Korut, termasuk pengurangan ekspor minyak jika kembali melakukan uji coba rudal.
Media resmi Korut, KCNA, segera membalas pemberitaan itu dengan sejumlah kecaman dan peringatan terhadap media yang juga bagian media resmi Partai Komunis Tiongkok tersebut. "Kami tidak melewati 'garis merah' dalam hubungan DPRK-Tiongkok. Namun, Tiongkok menginjak-injak dan melewatinya tanpa ragu. Garis merah antara dua negara berarti jangan melanggar kedaulatan atau martabat pihak lainnya," tulis KCNA.
Media utama Korut tersebut juga mengatakan Pyongyang telah bertindak sebagai penyangga antara Beijing dan Washington sejak Perang Korea pada 1950-an serta berkontribusi melindungi perdamaian dan keamanan Tiongkok. "Sudah seharusnya mereka berterima kasih kepada DPRK," tegas KCNA. Dengan kata-kata peringatan, KCNA juga menuntut Beijing tidak menguji kesabaran Korut dan memikirkan konsekuensi jika bertindak sembrono memutus hubungan kedua negara.
Tidak tinggal diam, Global Times segera membalas pada Kamis (4/5) dengan menyebut artikel KCNA 'hanyalah bagian dari hiperagresif yang dipenuhi semangat nasionalistik'.
"Pyongyang jelas bergulat dengan beberapa logika tidak masuk akal mengenai program nuklir mereka. Beijing juga harus membuat Pyongyang sadar bahwa kami akan bereaksi dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya jika Pyongyang melakukan uji coba nuklir lagi," tegas Global Times.
KCNA secara regular mengeluarkan kecaman keras dan jelas untuk otoritas Amerika Serikat (AS), Jepang, dan Korea Selatan (Korsel). Namun, tidak pernah sekali pun menyinggung Tiongkok.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved