Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
KELOMPOK oposisi Turki, Selasa (18/4) waktu setempat, menuntut pembatalan hasil referendum yang menyetujui perubahan konstitusi dan memberikan kekuasaan besar kepada Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Politisi antipemerintah mengklaim referendum telah diwarnai kecurangan.
Bulent Tezcan, wakil pemimpin oposisi utama dari Partai Republik Rakyat (CHP), secara resmi meminta agar Dewan Pemilihan Agung (YSK) membatalkan hasil referendum.
Uni Eropa (UE) turut mendesak untuk dilakukan penyelidikan atas klaim kecurangan pemungutan suara dalam referendum setelah pengamat internasional menyuarakan kekhawatiran.
Para kritikus telah pula mengkhawatir perubahan konstitusi dan pemerintahan Turki dari sistem parlementer ke presidensial akan menyebabkan otokrasi dengan kekuasaan yang terpusat pada satu orang.
Tetapi, para pendukung Erdogan mengatakan mereka telah me-nempatkan Turki sejalan dengan Prancis dan Amerika Serikat (AS) dan diperlukan untuk membuat pemerintahan efisien.
Kubu 'Ya', pihak menyetujui perubahan konstitusi memenangi re-ferendum yang digelar pada Minggu (16/4) dengan suara tipis atau hanya 51,41% suara.
Di tengah kritik atas hasil refe-rendum, Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin meyampaikan ucapan selamat kepada Erdogan via panggilan telepon.
"Trump berbicara dengan Erdogan untuk mengucapkan selamat atas kemenangan referendum baru-baru ini dan membahas Suriah dan memerangi kelompok Islamic State (IS)," ujar Gedung Putih.
Sembelum Trump, sejumlah kepala negara atau kepala pemerintahan asing menyampaikan ucapan selamat untuk Erdogan.
Pemimpin yang mengucapkan selamat di antaranya dari Azerbaijani, Qatar, Palestina, Pakistan, Irak, Djibouti, Hongaria, dan Belarus. (AFP/Anadolu/Hym/I-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved