Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Harapan Perdamaian belum Terang

Haufan Hasyim Salengke
05/1/2016 00:00
Harapan Perdamaian belum Terang
(AP/EFREM LUKATSKY)
LIBURAN Natal dan tahun baru lalu di Kota Donetsk, Ukraina, kelihatan semarak. Sebuah pasar kaget di alun-alun kota berhias berbagai rupa ornamen mengilap dan mainan warna-warni. Kereta anak-anak dengan hiasan tokoh-tokoh kartun meliuk-liuk di lintasan berkelok-kelok. Atmosfer keriaan itu rupanya lebih berkesan dipaksakan ketimbang keceriaan sesungguhnya. Warga di wilayah timur Ukraina itu masih dibekap konflik peperangan. Tahun 2016 yang baru datang dianggap memberikan sedikit saja janji dan harapan.

Pertempuran berskala penuh antara pasukan Ukraina dan kelompok yang didukung Rusia memang mereda pada 2015, tapi prospek perdamaian masih tampak jauh dari pelupuk mata. Baku tembak tetap meletus secara sporadis meski berulang kali kesepakatan gencatan senjata dengan mediasi internasional telah ditetapkan. Gencatan senjata terbaru disepakati pekan lalu oleh negosiator dari Ukraina, Rusia, dan Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE). Namun, tidak lama setelah kesepakatan dicapai, setiap pihak sudah mengklaim pihak musuh melanggar gencatan senjata.

Ketiadaan iktikad tulus para pihak yang bertikai dalam menaati perjanjian di atas kertas itu mengaduk-aduk emosi warga Donetsk. "Perasaan damai? Kadang-kadang ada, tetapi ketika mereka mulai menembak, kami tidak merasakan perdamaian sedikit pun," kata Alexandra Kirichenko, 18, mahasiswa yang tengah berjalan menyusuri jalan tempat jendela-jendela apartemen yang hancur akibat pertempuran di Donetsk. Di alun-alun kota itu, perempuan separuh baya bernama Galina menjajakan mainan kepada para orangtua untuk dihadiahkan kepada anak anak mereka pada malam tahun baru yang merupakan hari berbagi hadiah di banyak negara bekas Uni Soviet.

Rupanya nuansa hati Galina suram kontras dengan keceriaan mainan yang dia jual. Kata-katanya saat menjajakan dagangan singkat dan langsung saja, bak telegram meluncur dari garis depan. "Ketidakpastian. Hidup dari hari ke hari dengan ketegangan yang konstan, juga rasa takut," kata Galina, yang menolak untuk memberikan nama belakangnya.

Ekonomi sulit
Bahkan, jika rasa takut mereda selama beberapa jam atau hari, kesulitan ekonomi di kawasan timur Ukraina diperkirakan masih membuat hidup warga tertekan. Pemerintah Ukraina telah menghentikan pembayaran pensiun dan tunjangan sosial ke daerah-daerah yang diduduki pemberontak, juga memutus kontak bisnis. Isolasi membuat harga barang di Ukraina melambung dan tingkat pengangguran tinggi. "Situasi ini membuat kami jadi tambah susah untuk menjual sesuatu," kata Galina.

Stok mainan sudah dia himpun sebelum perang meletus pada April 2014 yang telah menewaskan lebih dari 9.000 orang. Pertempuran kala itu dimulai setelah kalangan separatis di wilayah utama penutur Rusia di Ukraina, seperti Donetsk dan Luhansk, menduduki gedung-gedung pemerintah. Mereka juga menolak segala upaya pembentukan pemerintahan baru setelah presiden saat itu, Viktor Yanukovych, yang dekat dengan Kremlin, melarikan diri ke Moskow setelah menghadapi protes rakyat di Kiev, ibu kota Ukraina.

Kubu pemberontak menyebut pemerintahan baru sangat nasionalis Ukraina sehingga secara efektif dinilai fasis dan disebut akan melindas wilayah timur. Perjanjian damai di Minsk, Belarus, yang ditandatangani pada Februari, yakni usaha kedua setelah perjanjian pertama gagal mengikat para pihak, menyerukan wilayah Donetsk dan Luhansk agar tetap menjadi bagian dari Ukraina, tetapi dengan status khusus yang tidak jelas. Kurangnya kejelasan menghalangi resolusi nyata sehingga pertempuran berlanjut dan imbasnya ialah penderitaan ekonomi.

"Untuk kembali ke situasi sebelumnya, ke Ukraina yang bersatu, sudah tidak mungkin. Anda tidak dapat menghapus ingatan warga negara kita tentang apa yang sudah dilakukan Ukraina pada periode ini," kata Denis Pushilin, ketua parlemen separatis di Donetsk. Bagi Presiden Ukraina Petro Poroshenko, situasi sama sulitnya. Pemberian amnesti kepada kelompok separatis dan memberikan mereka status khusus, seperti yang diusulkan pada pertemuan Minsk, bisa secara politis menghancurkan dan membuat marah kaum nasionalis yang menolak setiap bentuk konsesi untuk pemberontak.

"Perjanjian Minsk hanya ada di atas kertas. Karena itulah, terutama di perbatasan, perjanjian itu tidak membuat perbedaan. Baku tembak terus saja berlanjut," ujar pemberontak yang menolak mengidentifikasi namanya kepada The Associated Press. Rusia, yang dituduh Kiev dan Barat memasok pasukan dan senjata untuk kelompok separatis, telah menepis permintaan separatis untuk menganeksasi wilayah timur Ukraina seperti saat mencaplok Krimea.

Moskow menyatakan berkomitmen untuk menghormati perjanjian Minsk. Analis politik Ukraina Vadim Karasev menyatakan minat Rusia dalam menyelesaikan konflik Ukraina mungkin lebih didasarkan pada alasan pragmatisme. "Alternatif untuk perjanjian Minsk ialah perang dan itu terlalu mahal untuk Kiev dan untuk Kremlin," ungkapnya.

Perbarui dukungan
Akhir Desember lalu, Presiden Prancis Francois Hollande mengatakan para pemimpin Jerman, Prancis, Rusia, dan Ukraina telah sepakat memperbarui dukungan mereka untuk gencatan senjata di Ukraina Timur. "Angela Merkel, Francois Hollande, Vladimir Putin, dan Petro Poroshenko menegaskan kembali komitmen mereka untuk gencatan senjata di Ukraina Timur dan penarikan senjata berat tanpa penundaan," demikian pernyataan kepresidenan.

Para pemimpin berbicara selama 2 jam dalam diskusi pertama mereka sejak bertemu di Paris, Prancis, pada 2 Oktober 2015. Keempat politikus berpengaruh itu menekankan perlunya menindaklanjuti kesepakatan damai Minsk II pada 2016 ini, termasuk persiapan untuk pemilu lokal di Donbass pada awal 2017. "Menteri luar negeri dari empat negara akan bertemu untuk membahas proses perdamaian secara lebih rinci pada awal Februari," demikian dinyatakan Kantor Kepresidenan Prancis. (AP/AFP/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik