April 2018, Bareksa ditunjuk Kementerian Keuangan untuk ikut memasarkan obligasi seperti surat utang negara.
BANYAK masyarakat Indonesia memiliki pemikiran yang skeptis mengenai reksa dana. Kebanyakan masyarakat berpikir bahwa reksa dana ini dikhususkan untuk masyarakat kalangan atas dengan kemampuan finansial yang tinggi. Bareksa hadir untuk menjawab persoalan hal tersebut.
Bareksa merupakan marketplace yang lahir pada 2014 dan memfokuskan diri pada hal keuangan dan pasar modal di dunia investasi. Pada walnya mereka menawarkan reksa dana secara daring, tetapi saat pada April 2018, Bareksa ditunjuk Kementerian Keuangan untuk ikut memasarkan obligasi seperti surat utang negara (SUN).
Hal ini lantaran Kemenkeu mengevaluasi pembelian SUN umumnya hanya diserap kalangan tertentu. Melalui Bareksa diharapkan masyarakat umum dapat membeli SUN dengan minimum pembelian Rp500 ribu tanpa dikenai charge jual atau beli.
Dengan kemampuan Bareksa menyalurkan dan menjual obligasi pemerintah itu, tidak menutup kemungkinan akan bermain di bidang saham, asuransi, dan sebagainya. Jadi, pendeknya, Bareksa merupakan sebuah marketplace yang terintegrasi.
"Bareksa itu didirikan pada 2014, itu baru berupa platform data dan konten. Marketplace-nya itu baru pada 2015 dan 2016 mendapatkan lisensi dari OJK. Februari 2016 itu, Bareksa mendapatkan fintech pertama yang mendapatkan lisensi resmi dari OJK untuk menjadi penjual efek reksa dana. Kalau yang reksa dana, kita sudah bekerja sama dengan 33 perusahaan uang manajemen," ungkap Karaniya Dharmasaputra selaku chairman Bareksa.
Investasi masyarakat
Saat ini Bareksa sudah menjual sekitar 157 reksa dana dan sudah memiliki 235 ribu nasabah atau investor dan hal ini sudah merepresentasikan sekitar 30% dari total industri. Jumlah dana yang sudah dinvestasikan masyarakat di Bareksa pun sudah mencapai Rp1,7 triliun.
Bareksa hadir dengan mencoba untuk mengatasi permasalahan yang cukup besar di Indonesia khususnya dalam hal perekonomian Indonesia. Faktanya di Indonesia terdapat jutaan orang yang memiliki mindset untuk menabung di bank yang telah ditanamkan sejak kecil. Hal ini bukan dalam artian tidak mendukung untuk menyimpan uang di bank, melainkan menyimpan uang di bank bukanlah satu-satunya instrumen.
"Di Indonesia itu ada jutaan orang yang menabung di bank. Bukannya menabung di bank itu salah dan juga bukan berarti saya anti menabung di bank. Tapi sebagaimana kita lihat di negara lain bank bukan satu-satunya instrumen untuk kita menyimpan uang. Apalagi, kalau uang kita ingin meningkat jumlahnya. Maka dari itu, kalau di negara-negara yang lebih maju masyarakat sudah paham bahwa kalau hanya menabung di tabungan rekening biasa. Itu bukan untuk menumbuhkan uang kita. Kalau kita menabung uang di tabungan kita itu buat keperluan operasional sehari-hari," ungkap pria yang sudah memiliki tiga anak ini.
Menurut Karaniya Dharmasaputra atau yang biasa dipangggil Kara ini, untuk menyejahterakan kehidupan masyarakat memang sangat diperlukan untuk melakukan investasi.
Ia juga mengungkap bahwa banyak orang di Indonesia yang menyimpan uang di bank secara tidak mereka sadari justru akan semakin tergerus dengan adanya pajak dan potongan biaya administrasi sebanyak hampir 15% dalam setahun.
Dengan permasalahan ini, Bareksa hadir dengan reksa dana dengan risiko yang paling kecil dan menurut perhitungan yang dapat dilihat di situs Bareksa, risiko itu hanya sebesar 0,01%, yaitu nyaris linier. Imbal hasil yang bisa didapatkan melalui reksa dana ini pun sebesar 5% hingga 7%.
"Misi kita sesederhana itu, kita ingin membuat masyarakat Indonesia menjadi lebih sejahtera. Jangan terperangkap dengan pepatah yang sebetulnya tidak lagi benar sekarang bahwa menabung itu pangkal kaya. Nah masalahnya apa, masalahnya ada dua. Satu, karena literasi keuangan kita kan sangat rendah sekali. Kita termasuk ke dalam yang paling rendah jika dibandingkan dengan negara-negara yang lain. Yang kedua soal akses, jadi di Indonesia itu sulit sekali mendapatkan akses terhadap dunia keuangan," lanjutnya.
Penetrasi daring yang besar dan sudah menjangkau semua kalangan membuat Bareksa dibentuk dalam teknologi finansial (financial technology) daring. Hal ini pun mempermudah akses karena sebenarnya bisa dilakukan di mana pun nasabah berada. Dengan memanfaatkan fintech atau teknologi jasa keuangan membuat bareksa memiliki jumlah investor 700 ribu lebih.
Cara yang dipakai untuk mengedukasi publik pun terbilang sangat unik. Karena dalam industri keuangan di Indonesia menurut Kara sangat elitis. Ditujukan atau hanya menyasar kepada orang-orang yang high class. Karena hal ini pun cara edukasi perekonomian di Indonesia terbilang sangat elitis. Bisa dikatakan terlalu rumit dan menggunakan istilah yang tidak dimengerti masyarakat. Bareksa hadir dengan membawa industri keuangan yang sangat elitis ini menjadi down to earth atau membumi. Dalam sosial media, Bareksa menggunakan istilah-istilah perekonomian yang elitis ini menjadi lebih populer, contohnya mengubah kata investasi dengan kata menabung reksa dana. Tujuannya untuk membuat masyarakat mengerti dan ingin mencoba untuk berinvestasi di Bareksa. (M-4)