"SAYA pernah ada di masa-masa tiada hari tanpa frustrasi, stres, dan cemas. Mulai cemas saat ASI saya enggak sebanyak ibu lain, panik saat anak sakit, frustrasi menghadapi anak yang tantrum sampai dengan stres karena merasa bukan ibu yang baik untuk anak saya."
Demikianlah salah satu curahan hati aktris Mona Ratuliu, 33, seperti dikutip dalam laman pribadinya, kemarin. Ibu Davina Shava Felisa, 12, Barata Rahadian Nezar, 6, dan Syanala Kania Salsabila, 3, itu mengaku cap ibu tak baik itu pernah disematkan anak pertamanya saat berusia 6 tahun.
"Saking sebelnya sama saya yang suka panik dan diakhiri dengan marah-marah, Davina protes. Akhirnya keluar pernyataan dari mulutnya bahwa dia enggak suka punya ibu kayak saya," tutur istri Indra Brasco itu. Kejadian itu jelas membuatnya panik dan menangis drama selama berhari-hari.
Namun, kejadian itu pula yang membuat Mona berusaha untuk mencari solusi dan ia mendapatkannya melalui ilmu. Majalah, buku, menjelajah informasi di internet, mengikuti seminar, dan bergabung di grup-grup kesehatan anak dijalaninya secara rutin.
Dampak positif pun mulai dirasakan pemeran Poppy di sinetron Lupus Milenia itu. Ia mampu menjadi lebih tenang dan perlahan mulai berhenti ngomel. Yang senang bukan hanya anak, melainkan juga sang suami.
"Dan akhirnya, saya enggak hanya menemukan kiat menghadapi anak yang rewel dan enggak panik saat anak sakit saja, tapi juga menemukan banyak cara untuk membimbing anak agar menjadi pribadi yang kuat," imbuh penulis buku Parenthink itu.
Orangtua memang harus harus mengerti pola asuh yang baik untuk mengetahui bagaimana mengembangkan kecerdasan anaknya. Terlebih, anak merupakan peniru yang ulung yang akan menyerap segala sesuatu seperti spons.
"Anak merupakan peniru yang ulung. Ini bisa dimanfaatkan orangtua untuk memberikan contoh-contoh baik di depan anaknya. Pemantauan fisik juga harus dilakukan para orangtua sebagai monitoring tumbuh kembang anak," ucap Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sudibyo Alimoeso seperti dikutip dari Antara.
Ada beberapa pola asuh yang diterapkan para orangtua, yakni diktator (otoriter), demokratis, temporizer atau tidak konsisten, appeasers atau overprotective, dan permisif yang cenderung memberikan kebebasan kepada anak.
Pola asuh terbaik yang bisa diterapkan ialah demokratis yang ditunjukkan dengan sikap orangtua yang friendly, mendengarkan keluhan anak dengan terbuka, anak bebas mengemukakan pendapatnya, dan orangtua mau menerima masukan anak.
Namun, ternyata didapati pola asuh diktator yang paling banyak terjadi. Misalnya, saat ayah memaksa anaknya untuk masuk ke jurusan kedokteran, padahal anak tidak menyukai jurusan tersebut. Ajari makna bahagia Di sisi lain, psikolog anak, remaja, dan keluarga Roslina Verauli mengingatkan keberhasilan pengasuhan (parenting) ditentukan bagaimana kerja sama ibu dan ayah. Jadi, bukan peran tunggal ibu semata.
Karena itulah, orangtua perlu mencontohkan pola hidup yang baik serta menanamkan nilai-nilai kehidupan yang positif dalam keluarga sehingga anak-anak mendapat input yang baik untuk kehidupannya.
"Orangtua harus mengajarkan living value dalam keluarganya khususnya kepada anak-anak. Apabila orangtua menerapkan nilai-nilai positif dalam kehidupan sehari-hari, anak-anak akan mencontohnya. Begitupun sebaliknya," ujarnya saat dihubungi, kemarin.
Orangtua, sambungnya, bisa memulainya dengan mengajari anak untuk memahami arti bahagia sebenarnya, berempati, serta membedakan benar dan salah.
"Ajari anak-anak untuk selalu bahagia. Dan bahagia tidak selamanya dinilai dari materi. Cuma yang jadi masalah banyak keluarga di Indonesia yang kurang terdidik dan bahkan hidup di bawah tekanan khususnya tekanan ekonomi sehingga memengaruhi kehidupan anak," bebernya. (S-4)