Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

RT/RW Mandiri Kelola Sampah

11/3/2017 17:15
RT/RW Mandiri Kelola Sampah
(MI/ROMMY PUJIANTO)

MENGELOLA sampah secara mandiri di rumah sudah bukan hal baru untuk Dwi Retnastuti.

Sejak 2005, di rumahnya di Bandung, Jawa Barat, ia sudah memilah sampah dan mengolah sendiri sampah organik.

Bahkan, perempuan yang akrab disapa Retna ini menggunakan tiga alat atau metode untuk mengolah sampah organik itu.

Sampah dapur dikomposkan dengan tong dan keranjang komposter, sedangkan sampah halaman menggunakan bata terawang.

Sesuai dengan namanya, metode bata terawang merupakan batu bata yang disusun tidak rapat dan membentuk sebuah bangunan kubus.

Susunan bata yang tidak rapat membuat udara masuk leluasa sehingga metode ini disebut komposter aerob.

Dengan menggunakan tiga metode ini, hampir semua sampah organik di rumah Dwi dapat diolah menjadi kompos.

Dengan begitu, limbah yang dikeluarkan hanya berupa sampah anorganik.

Selain itu, pengolahan sampah cara komposter akan menghindarkan polusi dari pembakaran sampah.

"Kemudian untuk yang nonorganik diberikan saja kepada tukang sampah karena mereka sudah memiliki jaringan tersendiri untuk mengelola sampah nonorganik tersebut. Atau jika di sekitar rumah memiliki bank sampah, bisa diberikan kepada bank sampah itu," jelas Retna.

Beberapa orang yang mengenalnya mungkin menilai pengolahan sampah ini memang wajib ia lakukan karena jabatannya sebagai Deputi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat.

Namun, menurut Retna, pengelolaan sampah sejak di rumah itu sesungguhnya hal yang sangat memungkinkan bagi banyak orang.

Terlebih, jika semakin gentingnya permasalahan sampah sekarang ini diingat, menurutnya, pengelolaan sampah sejak tingkat RT/RW merupakan keharusan.

Saat ini produksi sampah nasional telah mencapai sekitar 5,4 juta ton per tahun.

Pengelolaan sampah yang masih bertumpu pada bentuk landfill membuat beban lingkungan yang besar.

Selain potensi pencemaran ke tanah dan sumber air, penumpukan sampah skala besar itu membuat terus dibutuhkannya lahan baru.

Hal ini dapat dihindari jika sampah sudah dikelola sejak rumah tangga.

Dengan begitu, sampah yang keluar dari rumah hanya sampah anorganik.

Untuk menyebarkan pengelolaan sampah mandiri itupun Retna dan organisasinya giat mengedukasi masyarakat sekitar.

Namun, banyak pula warga yang enggan mandiri mengelola sampah karena merasa sudah membayar retribusi.

"Awalnya memang sempat ditolak, bahkan pernah ada satu RW yang tidak mau karena mereka merasa sudah membayar retribusi sampah yang cukup tinggi sehingga enggan untuk ikut mengurusi sampah tersebut. Namun sekarang sudah banyak RT dan beberapa RW yang mau mengikuti program ini," kenang Retna yang juga anggota Koalisi Nasional Tolak Bakar Sampah.

Terpadu

Wakil Ketua Umum Solid Waste Association, Djoko Heru Martono, menjelaskan pihaknya sudah menerapkan konsep terpadu dalam pengelolaan sampah.

Konsep terpadu itu terdiri atas pengomposan untuk sampah organik, daur ulang untuk sampah nonorganik, dan sisanya akan diserahkan ke tempat pembuangan akhir (TPA)/tempat pengelolaan sampah (TPS).

"Namun kalau bisa, sebelum ke TPA itu kita gunakan termal ramah lingkungan," tuturnya.

Sementara itu, untuk jangka pendek, terutama kota-kota yang darurat sampah karena tidak memiliki lahan atau tidak dapat digabung dengan kota lain, Djoko menjelaskan teknologi ramah lingkungan yang tentunya dengan pengawasan superketat dapat digunakan.

Untuk jangka panjang, seluruh produk yang berpotensi menjadi sampah sebelum dijual ke masyarakat harus sudah didesain ramah lingkungan yang berarti mudah di daur ulang atau mudah terurai secara alam dan tidak menimbulkan dampak terhadap kesehatan maupun lingkungan.

Djoko juga menjelaskan pihaknya sudah mengelola instalasi pengomposan sampah TPS 3R (reduce, reuse, recycle) yang bekerja sama dengan Dinas Kebersihan DKI Jakarta dengan kapasitas 2-4 ton sampah per hari.

Instalasi yang sudah beroperasi sejak 2000 itu juga menjadi tempat pembelajaran bagi semua pihak yang tertarik untuk pengelolaan sampah.

Saat ini volume sampah DKI Jakarta mencapai 7.000 ton/hari.

Sebagian besarnya merupakan sampah organik dari rumah tangga (55%).

Sampah plastik sendiri mencapai sekitar 13%. (Rio/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik