Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
MASJID dan khatib yang menjadi juru dakwah semestinya menjadi pembawa kedamaian, keluhuran budi, persaudaraan, juga menebar kesalihan. Bukan sebaliknya, menebar kebencian dan kenistaan.
"Jika menebar kebencian, itu namanya masjid ghiror. Jika mendapati yang demikian, jemaah masjid bersangkutan harus proaktif. Jika mereka merasa terganggu dengan ujaran kebencian, mereka berhak untuk menolak atau melaporkan kepada yang berwajib," kata Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), KH Masdar F Masudi, saat dihubungi Media Indonesia, kemarin.
Ia menyampaikan hal itu terkait dengan rencana Kementerian Agama (Kemenag) melakukan standardisasi terhadap khatib, khususnya khatib salat Jumat, sebagai respons atas pengaduan masyarakat tentang adanya khatib yang kerap melontarkan ujaran kebencian dan menjelekkan kelompok masyarakat tertentu.
"DMI sendiri akan menggelar sarasehan serta sosialisasi kepada para khatib di lingkungan DMI agar menjadi juru dakwah yang damai," ujar Masdar. Ia juga meminta Kemenag dan ormas-ormas Islam dapat bekerja sama menciptakan suasana damai.
Terkait dengan rencana standardisasi khatib, Rois Syuriah PB NU itu berpendapat rencana tersebut tidak mudah dilakukan. Kebanyakan masjid di Indonesia milik warga dan berasal dari wakaf warga.
Berbeda dengan di Malaysia dan Brunei Darussalam. Di sana, mayoritas masjid dibangun pemerintah setempat. Pengurus masjid di kedua negara itu juga digaji pemerintah sehingga lebih mudah untuk koordinasi. "Jadi (rencana standardisasi khatib) tidak mudah dan pemerintah tidak dapat begitu saja melakukan intervensi terhadap masjid," tukas Masdar yang pernah menjadi asisten pribadi Gus Dur itu.
Formulasi
Secara terpisah, anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi NasDem KH Choirul Muna menyatakan setuju dengan upaya standardisasi khatib oleh Kemenag. "Saya setuju jika ada standardisasi dai atau khatib untuk menangkal radikalisme. Saya kira sudah perlu secara preventif untuk menjaga NKRI dari radikalisasi oleh para dai yang secara emosional mengobarkan semangat jihad, tetapi menghantam pemerintah," tegasnya.
Guna memberi wawasan kebangsaan kepada para khatib atau dai, Choirul Muna mengusulkan perlunya formulasi melalui penerbitan buku khotbah tentang wawasan kebangsaan yang disalurkan ke masjid-masjid, serta pendekatan kepada ulama-ulama dan sesepuh ormas keagamaan. Tujuannya mengimbau para dai dan khatib agar mereka lebih menekankan prinsip hubbul wathan minal iman atau cinta tanah air sebagian dari iman.
Sementara itu, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenag Mastuki saat dimintai konfirmasi tentang perkembangan langkah standardisasi khatib mengatakan Menag Lukman Hakim Saefuddin telah meminta Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam untuk menyiapkan konsep standardisasi itu secara komprehensif.
"Selanjutnya nanti akan dimatangkan secara internal, lalu mengajak tokoh agama dan ulama untuk membahas bersama lebih rinci," pungkas Mastuki.
Standardisasi itu bertujuan memberikan kriteria kualifikasi atau kompetensi minimal yang harus dimiliki seorang khatib salat Jumat agar khotbah disampaikan ahlinya, serta sesuai syarat dan rukunnya. (H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved