Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
PRIVATISASI dan komersialisasi air masih terus terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Akibatnya, banyak warga yang tinggal di sekitar sumber air justru hidup dengan keterbatasan air.
"Komersialisasi air minum dan air untuk kebutuhan sehari-hari masih terus dibiarkan terjadi," ujar Koordinator Koalisi Rakyat untuk Hak Air (Kruha) Muhammad Reza, dalam konferensi pers di Jakarta, kemarin.
Padahal, melalui pembatalan UU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menetapkan larangan terhadap privatisasi air dan menjadikan air sebagai komoditas untuk mengeruk keuntungan.
"MK mengatakan prioritas penggunaan air haruslah untuk pemenuhan kebutuhan harian seperti air minum dan pertanian rakyat. Jadi sebelum hal-hal itu terpenuhi, tidak boleh ada pemanfaatan lain atas air, terutama komersialisasi oleh pihak-pihak swasta," tutur Reza.
Reza mengatakan kelalaian dan ketidakseriusan pemerintah dalam pengelolaan sumber daya air yang benar, adil, dan berkelanjutan terlihat dari belum juga dilakukannya pembahasan lebih lanjut RUU pengganti UU Sumber Daya Air yang telah dibatalkan MK tersebut.
"Ketidakseriusan juga terlihat dengan hanya ada dua UU yang mengatur soal air. Terlebih, keduanya saat ini sudah tidak relevan dan cukup untuk mengimbangi liberalisasi air yang terus terjadi," ujar Reza.
Privatisasi air, kata Reza, telah membuat masyarakat harus bergantung pada pihak-pihak yang diberikan izin pengelolaan sumber air.
Hak asasi
Pada kesempatan sama, Divisi Kampanye dan Perluasan Jaringan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Khalisa Khalid mengatakan pembuatan UU baru untuk mengatur pengelolaan air saat ini mendesak dilakukan. Sampai saat ini, belum ada kontrol yang ketat serta data yang valid mengenai besaran air yang dimanfaatkan pihak-pihak pengelola sumber air. Hal tersebut mengancam jumlah ketersediaan air tanah yang juga semakin berkurang akibat pembangunan.
"Aturan UU harus merujuk bahwa air adalah hak asasi manusia. Pemerintah wajib melakukan pemenuhan air bagi rakyat terlebih dahulu," ujar Khalisa.
Khalisa mengatakan, sampai saat ini yang terjadi di berbagai daerah ialah air lebih dominan dimanfaatkan dan dikembangkan untuk mendapatkan fungsi ekonomi daripada fungsi sosial. Sumber-sumber air yang bersih dan unggul telah diambil alih perusahaan swasta. Sisa sumber-sumber air atau media penyimpan air seperti kawasan karst semakin banyak dirusak dan dikeruk untuk pertambangan.
Berdasarkan data Bappenas pada awal 2017, jika dibandingkan dengan kawasan Asia Tenggara, akses sanitasi Indonesia hanya lebih baik daripada Timor Leste dan Kamboja. Sekitar 72 juta orang Indonesia masih belum mempunyai akses air minum yang layak. Selain itu, sekitar 96 juta orang Indonesia masih belum mempunyai akses sanitasi yang layak.
Menurut Khalisa, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah menyerahkan Naskah Akademik RUU Sumber Daya Air pada Komisi V DPR. Namun, hingga saat ini naskah tersebut belum dapat diakses publik.
"Pemerintah harus segera melakukan konsultasi publik secara terbuka karena air menyangkut hak asasi manusia dan merupakan amanat konstitusi untuk memprioritaskannya untuk masyarakat," tutup Khalisa. (H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved