Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
LAMPION-LAMPION menghiasi Kelenteng Tri Dharma (TITD) Boen Tek Bio, Banyumas, Jawa Tengah. Di bagian aula ada lilin yang siap dinyalakan pada malam menjelang Tahun Baru Imlek. Sejumlah umat Tri Dharma lalu lalang mempersiapkan ibadah menjelang Tahun Baru Imlek 2568 yang jatuh pada Sabtu (28/1) besok.
Sesungguhnya persiapan sudah dilakukan jauh hari. Misalnya, jamasan seluruh patung para suci yang berlangsung pada Sabtu (21/1) lalu, termasuk juga tiga keris pengejewantahan Mbah Kuntjung. Inilah yang membedakan Boen Tek Bio dengan kelenteng lain.
“Mbah Kuntjung dipercayai sebagai leluhur di kawasan setempat jauh sebelum kelenteng berdiri. Makanya sesaji yang diberikan juga berbeda, ada jajanan pasar, dupa, kopi, buah, dan bunga telon,” jelas Humas TITD Boen Tek Bio, Sobitananda, kepada Media Indonesia, kemarin.
Menurut Sobitananda, Mbah Kuntjung merupakan jejak akulturasi budaya Jawa dengan Tionghoa yang terekam di kelenteng setempat. Mbah Kuntjung diberi altar khusus di bagian luar pemujaan.
“Mbah Kuntjung menjadi bagian para suci yang ada di tempat persembahyangan umat Tri Dharma ini. Mbah Kuntjung memang bukanlah dewa-dewa yang biasa ada di kelenteng. Tokoh tersebut merupakan leluhur Jawa yang bersemayam di sini,” jelasnya.
Selain adanya jejak akulturasi, Kelenteng Boen Tek Bio juga menjadi saksi menyatunya warga lintas iman di Banyumas, bukan hanya sebagai tempat ibadah umat Tri Dharma.
“Setiap perayaan Cap Go Meh, sejak 2010, kami mengundang saudara-saudara lintas iman di sini. Mereka tidak hanya datang, tetapi juga menampilkan nyanyian dari umat kristiani dan hadrah dari umat muslim. Kami menyatu di sini merajut kebinekaan di sini. Tradisi semacam ini terus kami pertahankan sampai sekarang,” papar Sobitananda.
Ketua TTID Boen Tek Bio, Bambang Setiawan, mengungkapkan, selain menggelar berbagai macam acara, seluruh umat lintas agama juga berkumpul dan makan bersama.
“Menunya khas Cap Go Meh, yakni lontong dan mi panjang umur. Seluruh umat lintas agama bersama-sama menikmati menu khas tersebut,” katanya.
Bambang menjelaskan kebersamaan antarlintas iman sesungguhnya terpupuk sejak kelenteng ini belum berdiri. Kelenteng yang sebelumnya ialah sekolah Tionghoa Belanda tersebut juga kerap menjadi saksi bagaimana wayang potehi dan wayang kulit dipentaskan di lokasi setempat.
“Tradisi toleransi ini juga kami pupuk hingga kini,” ujarnya.
Dalam memasuki tahun ayam, Bambang mengajak seluruh umat manusia berani menghadapi kenyataan.
“Yang kita dambakan ayam jantan sehingga berani membela kebenaran dan dapat menyelesaikan persoalan dengan baik,” pungkasnya. (Liliek Dharmawan/X-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved