Headline
Rakyat menengah bawah bakal kian terpinggirkan.
PELATIHAN Asesmen Penjaminan Mutu Eksternal Pendidikan Pesantren Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) digelar untuk membantu peningkatan mutu pesantren.
Pelatihan tersebut digelar pada 25–29 Agustus 2025 di Tangerang. Kegiatan itu disebut bentuk dari upaya Majelis Masyayikh dalam melaksanakan amanat UU No.18/2019 tentang Pesantren.
Kegiatan ini dihadiri perwakilan Kementerian Agama RI, Asosiasi Pendidikan Diniyah Formal (Aspendif), Forum Komunikasi Pendidikan Muadalah (FKPM) Salafiyah dan Muallimin, puluhan asesor pesantren dari berbagai daerah dan instansi, serta para fasilitator Majelis Masyayikh yang mendampingi setiap sesi. Para asesor telah melewati rangkaian seleksi ketat seperti seleksi administrasi, psikotes dan wawancara.
Dalam pelatihan yang berlangsung lima hari ini, peserta mengikuti pembelajaran sinkronus dan asinkronus; diskusi kelompok, simulasi asesmen, serta praktik penggunaan instrumen penjaminan mutu melalui aplikasi SYAMIL. Materi pelatihan mencakup pemahaman regulasi, standar mutu, kode etik, hingga penyusunan laporan asesmen yang objektif, reflektif, dan solutif.
Ketua Majelis Masyayikh, Abdul Ghaffar Rozin menegaskan bahwa penilaian mutu pendidikan pesantren memiliki karakteristik berbeda dengan lembaga pendidikan umum.
“Pesantren tidak diukur dengan kemampuan kuantitatif semata. Pesantren boleh diukur, tetapi oleh orang-orang yang memahami pesantren itu sendiri, yang bisa menjiwai substansi dan spirit pengembangan keilmuan pesantren,” ungkapnya, Kamis, (28/8).
Abdul Ghaffar Rozin menjelaskan, keberhasilan pendidikan pesantren tidak bersifat tunggal atau berdasarkan standar yang ditetapkan negara seperti matematika atau fisika. Keberhasilan tersebut justru diukur dari capaian yang sedang dikembangkan oleh pesantren itu sendiri.
“Dikdasmen ini menyiapkan calon kader ulama. Pesantren harus semakin meneguhkan jati dirinya dengan kutubutturots dan dirasah islamiyah sebagai titik tumpu, sekaligus menjadi bekal untuk menjawab problematika kebangsaan,” tambahnya.
Ia juga menekankan bahwa hubungan antara asesor dan pesantren bukanlah relasi antara “penilai dan yang dinilai”.
“Asesor datang bukan untuk menghakimi, melainkan membantu pesantren memetakan potensi, kelebihan, dan kekurangan agar bisa diselesaikan bersama. Kita datang sebagai keluarga besar pesantren,” tegasnya.
Senada dengan itu, Anggota Majelis Masyayikh Divisi Dikdasmen, Abd A’la Basyir, menekankan pentingnya strategi pelatihan yang partisipatif dan kolaboratif.
“Para asesor harus memahami secara komprehensif kebijakan, konsep, prinsip, dan kerangka kerja penjaminan mutu. Asesor adalah penjaga gawang kualitas pesantren. Dengan budaya mutu dan perbaikan berkelanjutan, kita tunjukkan bahwa pesantren bisa menjadi model pendidikan masa depan, bahkan rujukan dunia global,” jelasnya. (Ant/H-3)
KETUA Majelis Masyayikh, Abdul Ghaffar Rozin mengatakan bahwa tantangan besar pendidikan nonformal pesantren adalah keragaman antar pesantren.
Penjaminan mutu adalah langkah konkret untuk memastikan pendidikan pesantren dapat bersaing dan tetap mempertahankan kemandirian serta kekhasannya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved