Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
MARAKNYA peredaran berita bohong (hoax) di media sosial perlu disikapi dengan serius. Tak hanya bisa memutus pertemanan, kegaduhan akibat viralnya sebuah berita bohong bahkan potensial menjadi ancaman keamanan. Code of conduct dalam bermedia sosial pun perlu disusun dan disepakati bersama untuk meminimalisir peredaran berita bohong.
Hal itu diutarakan Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax, Septiaji Eko Nugroho saat mendeklarasikan berdirinya komunitas Masyarakat Indonesia Anti Hoax dalam konferensi pers di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Kamis (1/12).
"Beberapa kali informasi hoax yang viral di media sosial juga memicu keributan bahkan merembet menjadi kerusuhan fisik, seperti pembakaran tempat ibadah dan lainnya. Bukan hanya menghabiskan energi, ini juga mengancam stabilitas nasional," ujar pria yang akrab disapa Adji ini.
Menurut dia, selama ini, penyebar hoax bukan hanya warga kelas bawah dan yang berpendidikan rendah saja. Kelompok kelas menengah yang berpendidikan tinggi pun kerap ikut menyebarkan berita bohong. Menurut catatannya, dalam sehari Masyarakat Indonesia Anti Hoax bisa menemukan 30 berita bohong yang beredar di beragam media sosial.
"Kebanyakan berupa isu politik, kesehatan dan keuangan. Penyebarannya terkendali. Makanya kita nanti akan menyusun code of conduct bagi warga yang ingin bersosial media dengan santun," ujarnya.
Sejak berdiri pada September 2015, Adji mengatakan, komunitasnya kini telah memiliki sekitar 13 ribu anggota di media sosial dan tidak berafiliasi dengan kelompok tertentu maupun pemerintah. Saat ini, Adji dan kawan-kawan hanya baru memantau hoax yang beredar di media sosial seperti Facebook dan Twitter. Selain memantau, mereka juga kerap meminta klarifikasi dari pihak resmi yang diberitakan dan mempublikasikannya di situs turnbackhoax.id.
Sejumlah tokoh mendukung pendirian Masyarakat Indonesia Anti Hoax dan bersedia menjadi Duta Anti Hoax, semisal intelektual Muslim Azyumardi Azra, Komarudin Hidayat, sastrawan Goenawan Muhammad, sineas Nia Dinata, pegiat sosial Anita Wahid, dan pemerhati hukum La Ode Ronald Firman.
Senada dengan Adji, Komaruddin Hidayat menyayangkan banjirnya informasi yang bersifat fitnah namun dipercaya sebagai fakta. Hoax bahkan mampu menggerakkan masyarakat untuk melakukan pembunuhan karakter dan menghujat kepala negara.
"Saya berharap ini (penyebaran hoax) berakhir, baik dengan penindakan hukum maupun dengan masyarakat kembali bermedia sosial dengan santun," ujarnya.
Anita Wahid, deklarasi Masyarakat Indonesia Anti Hoax merupakan ekspresi keresahan masyarakat sipil terhadap peredaran berita bohong di media sosial. "Banyak yang kehilangan teman, atau hubungan keluarganya menjadi tidak harmonis akibat informasi hoax ini," ujarnya.
Praktisi hukum La Ode Ronald Firman meminta pemerintah serius mencegah penyebaran konten negatif di internet. Terlebih, kewenangan negara mengawasi dunia maya telah diperkuat lewat revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). OL-2
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved