Headline
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
WAJAH Suyamto, siang itu tampak berseri. Ia menjadi perwakilan dari warga Dukuh Banyumeneng II, Desa Giriharjo, Kecamatan Panggang, Gunungkidul, yang menyampaikan sambutan atas diresmikannya sistem pengangkatan air tenaga surya untuk pedukuhannya.
Dengan sistem tersebut, warga di pedukuhannya semakin mudah mendapatkan air bersih.
Kini, mereka tidak perlu berjalan hingga berkilo-kilometer ke sumber air untuk mendapatkan air bersih.
"Sebelum ada ini, warga ambil dari rumah ke sumber di Kaligede dengan jarak sampai 2 km," kenang Ketua Air Bersih Masyarakat Banyumeneng II itu, Senin (21/11).
Dengan sistem pengangkatan air bertenaga surya, mereka tinggal berjalan kaki beberapa meter ke penampungan-penampungan yang ada untuk mendapatkan air bersih.
Selain jarak pengambilan air yang lebih pendek, warga juga dapat lebih berhemat dalam pengeluaran.
Pasalnya, warga harus membeli air bersih jika tidak ingin berjalan jauh ke sumber air. Harga air bersih dari Rp120 ribu sampai 150 ribu per tangki, yang isinya 5.000 liter.
Kini warga cukup membayar iuran Rp7.500 per meter kubik. Artinya, untuk satu tangki dengan isi 5.000 liter, mereka cukup membayar Rp37.500.
Suyamto mengatakan iuran tersebut ditarik untuk dua kebutuhan, yaitu honor pengurus dan perawatan.
"Setiap bulan akan dijumlah untuk pemasukan, lalu hasilnya 50% untuk honor pengurus, sedangkan 50% lainnya untuk perawatan, misalnya mengganti pipa, stopkontak, ataupun pompa apabila terjadi kerusakan," kata pria berusia 50 tahun tersebut.
Tanpa baterai
Presiden Direktur Yayasan Energi Bersih Indonesia (EnerBI), Dinar Ari Prasetyo, menjelaskan bahwa sistem pengangkatan air tersebut merupakan peningkatan sistem yang sudah ada sebelumnya.
Untuk kali ini, ada tambahan 40 kepala keluarga (KK) yang mendapat pasokan air bersih.
Totalnya ada 170 KK yang hidup di pedukuhan itu.
Sistem yang digunakan kali ini menggunakan panel surya berkekuatan 8.000 Wp (watt peak) menjadi catu daya untuk dua buah pompa air benam (submersible pump)yang digunakan untuk mendistribusikan air bersih.
Caranya, air diangkat dengan tenaga matahari ke penampung utama yang berkapasitas 5.000 liter.
Lokasi penampung utama berada di bukit paling tinggi di pedukuhan tersebut.
Dengan cara itu, air mudah dialirkan ke lima penampungan warga yang kapasitasnya 2.000 liter.
Sistem ini dibuat sengaja tanpa menggunakan baterai sehingga pompa otomatis akan hidup jika ada sinar matahari.
Untuk menghidupkan pompa hanya memerlukan 1,4 kilowatt.
Artinya, sekitar pukul setengah tujuh pagi pun pompa sudah hidup.
Sistem ini mampu mengangkat air sampai 10 kiloliter per hari.
Kekuatan pompa menyerap air, jumlah air yang telah diserap, hingga ketersediaan air di penampungan dapat dipantau lewat telepon seluler dengan aplikasi bawaan dari pompa buatan Jerman.
Sejak 2009
Dinar menceritakan, proyek pengangkatan air dengan tenaga surya sudah dimulai sejak 2009 saat ada program kuliah kerja nyata Universitas Gadjah Mada di daerah itu.
Saat itu, proyek percontohan dibuat untuk membantu 30 KK mendapatkan air bersih.
Setelah berhasil dan respons masyarakat bagus, proyek tersebut pun terus berlanjut hingga sekarang.
Erwin Widodo, Direktur Eksekutif Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), selaku pihak pemberi dana hibah, mengapresiasi sistem pengangkatan air dengan tenaga surya di Banyumeneng.
"Di mana-mana project panel surya banyak yang gagal karena masyarakat tidak mampu memelihara," kata dia.
Aris Eko Widiyanto, Kepala Desa Giriharjo, berharap sistem itu dapat terus berjalan.
Setelah kebutuhan sehari-hari tercukupi, lanjut dia, diharapkan air yang ada bisa disalurkan ke pertanian warga, misalnya untuk mengairi tanaman palawija.
Tanggapan positif juga dilontarkan Staf Ahli Menteri Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi Bidang Relevansi dan Produktivitas, Agus Puji Prasetyono, terhadap sistem pengangkatan air dengan tenaga matahari ini.
"Ini dapat terus-menerus didorong agar bisa menjadi lebih besar sesuai rencana umum energi nasional yang ada," pungkas dia.
Suyamto mengatakan ia dan warga pedukuhan lainnya telah memahami pentingnya menjaga dan mengelola sistem tersebut dengan baik.
"Sejak awal kami terlibat dalam pembuatan sistem ini dengan menyediakan tenaga, sedangkan teknisnya dari EnerBi," kata dia.
Mereka pun telah siap dengan pemberlakuan sistem pembagian air bergilir di saat musim kemarau pada Agustus sampai Oktober.(AT/M-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved