Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
AHLI kimia lingkungan asal Inggris, Paul Connett, mengingatkan penggunaan insinerator atau alat pembakar sampah dalam pengelolaan limbah merupakan konsep yang tidak berkelanjutan (unsustainable) dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
"Kalaupun ada insinerator mutakhir yang diklaim 'aman', hal tersebut tetap tidak masuk akal untuk abad ke-21 di mana keberlanjutan (sustainability) menjadi isu utama," kata Connett dalam kuliah umumnya di Sekolah Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia (UI), Jakarta, Senin (24/10).
Profesor emeritus di Universitas Saint Lawrence, New York, AS, tersebut menilai insinerator merugikan energi dalam jumlah besar karena tidak bisa memulihkan energi dari proses ekstraksi bahan mentah dan manufaktur produk yang dibakarnya.
Problem utama insinerator lain ialah pengaruhnya bagi kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Dalam proses pembakaran sampah, rata-rata insinerator memproduksi 90% abu yang mengendap di dasar tungku pembakaran dan 10% sisanya merupakan abu beracun yang beterbangan di udara dan berpotensi besar dihirup manusia.
Abu beracun yang menyebar melalui udara tersebut mengancam kesehatan manusia yang menghirupnya karena dapat menyebabkan penyakit asma.
"Abu tersebut juga mengandung logam beracun yang bersifat neurotoksin dan berasosiasi dengan alzheimer," tutur Connett.
Selain itu, insinerator juga termasuk teknologi yang mahal.
Connett mencontohkan pembangunan insinerator di Brescia, Italia, yang membutuhkan US$400 juta dan hanya mempekerjakan 80 orang.
"Insinerator sangat tidak fleksibel dan dapat melumpuhkan inovasi," ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR), Rina Agustin Indriani, mengatakan insinerator saat ini belum menjadi bagian prioritas pengelolaan limbah oleh pemerintah.
"Kami tidak terlalu memandang cocok insinerator karena komposisi sampah di Indonesia berbeda dengan luar negeri," ucapnya.
Rina mengatakan identifikasi komposisi sampah untuk pembangunan insinerator harus berdasarkan komposisi sampah di Indonesia, dan hal tersebut belum pernah terwujud sampai sekarang.
"Sepanjang tidak didesain komposisinya sesuai dengan sampah di Indonesia, maka insinerator tidak akan cocok," imbuhnya. (Ant/H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved