Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Denyut jantung normal berkisar 60-100 detak per menit. Keteraturan irama denyut itu terjadi berkat adanya sistem listrik yang unik dalam jantung yang membuat otot-otot jantung berkontraksi membentuk denyutan. Kerusakan dalam sistem listrik itu akan membuat jantung berdetak lebih cepat, lebih lambat, atau tidak beraturan. Hal itu tak boleh dibiarkan sebab irama denyut jantung yang tidak normal membuat fungsi jantung sebagai pemompa darah ke seluruh tubuh terganggu.
Terkait dengan denyut jantung yang terlalu lambat atau disebut brakikardia, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Yoga Yuniadi menjelaskan kelainan itu membuat tubuh tidak memperoleh darah yang cukup sehingga dapat mengakibatkan seseorang kelelahan, mudah pingsan, atau berkunang-kunang, bernapas pendek-pendek, serta mengalami kerusakan organ vital yang pada akhirnya dapat menuju pada kematian. "Pada kasus ekstrem, kelainan tersebut juga bisa menimbulkan stroke, yakni ketika suplai darah ke otak kurang dalam jangka tertentu sehingga menyebabkan matinya sel-sel otak," terangnya dalam konferensi pers tentang alat pacu jantung tanpa kabel di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita, Jakarta, Sabtu (1/10). Cara mengatasi kelainan itu dilakukan melalui obat-obatan. Jika, obat-obatan tidak mampu mengatasi masalah, pemasangan alat pacu jantung permanen (pacemaker) menjadi jalan keluar. Alat tersebut berfungsi memacu jantung untuk berdenyut secara normal. Seiring perkembangan teknologi, lanjut Yoga, alat pacemaker masa kini memberi kenyamanan dan tingkat keamanan yang lebih tinggi pada pasien. Seperti hasil inovasi terbaru, alat pacu jantung tanpa kabel atau leadless pacemaker. "Leadless pacemaker Micra ini ukurannya sepersepuluh pacemaker konvensional. Bentuknya seperti peluru dengan panjang 25,9 mm dan berat 2 gram dan tanpa kabel sehingga dapat dipasang ke dalam jantung tanpa harus melalui kompleksitas penanaman kabel di dalam pembuluh darah," papar Yoga yang juga Ketua Indonesian Heart Rhythm Society itu. Ia menjelaskan, alat yang berfungsi sebagai generator dan penghantar listrik ke otot jantung itu dipasang secara transkateter. Jadi, tanpa pembedahan. "Micra dipasang ke dalam jantung melalui pembuluh darah vena pada pangkal paha pasien. Alat itu diarahkan menuju ke jantung dengan panduan citra dari alat fluoroskopi. Alat tersebut lalu ditanam di bilik kanan jantung." Kemudian, alat tersebut diprogram sesuai kondisi pasien untuk menghasilkan denyut jantung yang normal. Pemrograman dilakukan dokter dengan sebuah alat yang diletakkan di dada dan terhubung ke komputer. Alat tersebut ditenagai baterai litium yang bisa bertahan sekitar 12 tahun dalam jantung, serupa dengan pacemaker konvensional. "Mengingat pasien brakikardia umumnya berusia lanjut, daya tahan baterai ini diharapkan memadai. Jika melewati masa itu, pasien bisa dipasang pacemaker yang baru lagi. Jantung kita memungkinkan untuk menerima hingga tiga buah Micra ini," papar pakar kelainan irama jantung itu.
Jika dibandingkan dengan pacemaker konvensional, alat pacu jantung generasi terbaru itu memiliki banyak kelebihan. Dari segi pemasangan, pacemaker konvensional ditanam di bawah kulit di area dada melalui operasi. Lalu, ada komponen kabel yang dimasukkan ke pembuluh darah menuju jantung. "Adanya kabel dalam pembuluh darah meningkatkan risiko terjadinya trombosis atau gumpalan darah serta ada risiko infeksi. Di kita, angka kejadian infeksi itu 0,1%-0,2%," imbuh Yoga. Pada kesempatan sama, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Dicky Hanafy menjelaskan, secara global pemakaian pacemaker generasi terbaru itu baru berlangsung dua tahun. Namun, penelitian membuktikan tingkat keberhasilan pemasangannya mencapai 99,2% dari 725 pasien. Selain itu, angka keamanan enam bulan pascapemasangan sebesar 96%. Angka itu jauh melebihi tingkat keamanan dari alat pacu jantung konvensional yang sebesar 83%. Adapun di Indonesia, RSJPD Harapan Kita menjadi tempat pemasangan pertama alat tersebut pada pasien. Pemasangan dilakukan terhadap tiga pasien pada Sabtu (1/10), oleh tim dokter. Menurut Direktur Utama RSJPD Harapan Kita, Hananto Andriantoro, harga alat tersebut sekitar Rp130 juta.
Sel punca
Pada kesempatan itu, Hananto juga menjelaskan RSJPD Harapan Kita yang juga pusat pendidikan kedokteran jantung di Indonesia terus mengembangkan cara penanganan kelainan brakikardia melalui sejumlah penelitian. "Yang sedang diteliti juga penanganan dengan sel punca," kata dokter spesialis jantung dan pembuluh darah itu. Ia menjelaskan, kelainan itu timbul karena kerusakan generator listrik alami jantung beserta jaringan listriknya (SA Node dan AV Node). Sel punca yang diberikan diharapkan dapat menggantikan sel-sel SA Node dan AV Node yang rusak itu. Terkait dengan penyebab kelainan brakikardia, Yoga menjelaskan penuaan menjadi faktor utamanya. "Mengapa ada orang lanjut usia yang mengalami kelainan dan ada yang tidak? Tentu, terkait dengan faktor genetik." Penyebab lainnya ialah penyakit jantung koroner, kelainan bawaan, serta infeksi penyakit tertentu. "Seperti demam berdarah dan tifus juga bisa menyebabkan brakikardia, tapi umumnya hanya sementara." (H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved