Headline
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan
SELAMA ini, penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terkesan hanya fokus pada lima provinsi di Sumatra dan Kalimantan, yaitu Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Padahal, tahun lalu Provinsi Papua menjadi provinsi paling banyak terbakar nomor dua setelah Sumatra Selatan.
Berdasarkan data Lembaga Penerangan dan Antariksa Nasional (Lapan), luas kawasan hutan dan lahan di Papua yang terbakar mencapai 344.980 ha (Media Indonesia, Kamis 17/12/2015).
Sebuah investigasi oleh organisasi nonpemerintah Mighty, Organisasi Kemanusiaan Indonesia, Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Merauke, Yayasan Pusaka, Federasi Eropa untuk Transportasi dan Lingkungan, serta Federasi Korea untuk Gerakan Lingkungan mengungkap pola karhutla di Merauke dan Halmahera Utara, Maluku Utara.
Lewat citra satelit dan pengamatan langsung di lapangan ditemukan bukti kebakaran dan pola pembukaan lahan yang dilakukan dengan pembakaran hutan.
“Pembukaan lahan dengan membakar merupakan perbuatan melanggar hukum, kami minta agar pemerintah menindaklanjuti. Bukti-buktinya sudah kami berikan,” ucap Direktur Mighty Asia Tenggara Bustar Maitar dalam konferensi pers bertajuk Burning Paradise yang dihelat di Jakarta, kemarin.
Ia lalu memaparkan data terkait dengan kawasan konsesi milik perusahaan Indonesia-Korea Selatan, Korindo Group. Sejak 2013 sampai Mei 2016 terdapat pembukaan 30 ribu ha hutan yang terdiri dari 11.700 hektare hutan primer dan 18.300 hektare hutan sekunder. Bahkan, ada dokumen yang memperlihatkan penyiapan jalur kebakaran.
“Penyiapan jalur kebakaran tersebut sebelumnya terjadi di Kalimantan dan Sumatra. Kali ini terjadi di Papua,” imbuh Bustar.
Sejak 2013, titik panas selalu muncul di lahan konsesi milik Korindo. Pada 2013, titik panas mencapai 43, pada 2014 mencapai 144 titik, dan pada 2015 ada 164 titik.
Sementara itu, perwakilan bagian operasi teknis sawit Korindo Group Luwi, yang hadir pada kesempatan itu, tidak menampik adanya kebakaran di kawasan konsesi mereka.
Namun, ia meminta agar diadakan komunikasi lebih lanjut. “Kita butuh pemerintah untuk hadir di tengah kita untuk komunikasi lebih lanjut.”
Ditindaklanjuti
Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) Rasio Ridho Sani menyatakan akan mempelajari serta mengumpulkan bahan dan keterangan. Pasalnya, ia menyatakan baru kemarin mendapatkan data-data terkait dengan kasus tersebut.
“Tahun lalu, Kementerian LHK fokus pada kebakaran di Sumatra dan Kalimantan, khususnya wilayah gambut,” terang pria yang akrab disapa Roy tersebut.
Itu sebabnya, lanjut Roy, titik panas dan kebakaran baik di Provinsi Papua maupun Maluku Utara di lahan konsesi Korindo Grup luput dari perhatian.
Sementara itu, di Kalimantan Tengah (Kalteng), data Posko Karlahutbun menunjukkan luas kebakaran hutan, lahan, dan kebun sejak Januari hingga kemarin mencapai 883 hektare. Yang dapat dipadamkan 853 hektare. Jadi, masih ada 30 hektare yang belum terpadamkan.
Di Pasaman, Sumatra Barat, lahan 10 hektare milik masyarakat terbakar sejak Sabtu (27/8). Pemadaman sudah dilakukan, tapi hingga kemarin masih ada sisa api. (YH/SS/H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved