Headline
Istana minta Polri jaga situasi kondusif.
TIDAK hanya karena ingin menjajal bidang baru, Rahadewi Neta mengaku juga memiliki alasan sedikit sentimentil di balik langkahnya menjadi wasit. Alasan itu karena dominasi wasit laki-laki yang ada selama ini. Atas dasar itu Neta pun tertantang untuk membuat perbedaan. “Kakak saya bilang, kalau untuk menjadi wasit, itu kebanyakan dipilihnya laki-laki, sangat jarang dari perempuan. Namun, saya pikir, toh sama-sama saja laki-laki dan perempuan, yang penting bisa lolos persyaratan,” ujarnya.
Di lain pihak, Neta menuturkan sesungguhnya tidak sedikit perempuan yang berupaya menjadi wasit taekwondo. Namun, banyak di antara mereka yang gagal karena tidak memahami seluk-beluk olahraga tersebut. Sementara itu, Neta merasa mampu melalui segala kendala karena memiliki pengalaman sebagai atlet. Dengan menjadi atlet, ia telah terbiasa dan percaya diri di arena pertandingan. Ia pun dengan mudah membaca situasi yang terjadi dalam pertandingan tersebut.
“Karena mantan atlet, saya enggak jiper. Kurang lebih banyak hal yang sudah saya dapat dan ketahui selama masih menjadi atlet meski tidak banyak,” tambah perempuan yang pernah menjadi wasit terbaik di kejuaraan-kejuaraan di Turki, Korea, dan Amerika Serikat ini.
Berbagi pengalaman
Kini setelah sukses menjadi wasit, Neta masih kerap terkenang pengalaman berjuang di masa kecil hingga ketika menjadi wasit. Dari perjalanan itu, ia pun yakin bahwa kunci kesuksesan terletak pada kesungguhan. Hal itu pula yang sudah ditanamkan orang tuanya sejak kecil. Di rumahnya dulu, ayah Neta hanyalah menyediakan fasilitas latihan yang sangat sederhana. Bahkan hanya ada satu alat bela diri, yakni samsak yang digantung halaman rumahnya. Dengan samsak itulah Neta diharuskan melatih tendangan setiap hari selama 1.000 kali.
“Umur enam tahun dipaksa bapak untuk nendang-nendang sembari melihat kakak-kakak saya berlatih. Barulah di umur sembilan tahun, saya sudah diajak berlatih dengan rutin,” kenang tentang sosok sang ayah yang merupakan seorang pegawai negeri di dinas pendidikan. Tidak hanya berlatih menendang ribuan kali, Neta juga harus berlari berkilo-kilometer jauhnya. Namun, latihan keras itu pula yang membuat mentalnya tertempa ketika di pertandingan pertama sudah harus melawan orang yang lebih tinggi.
Dengan kegigihan, Neta bisa menang dan bahkan mendapat emas di kejuaraan itu. Tempaan sang ayah juga sukses membawa kakak-kakak Neta menjadi atlet nasional. Kegigihan itu pula yang kerap Neta tularkan kepada anak didiknya ketika menjadi pelatih. Menurutnya, saat ini sangat banyak anak-anak muda yang begitu meminati taekwondo dan memiliki bakat untuk bisa menjadi seorang atlet taekwondo profesional. Maka tinggal tugas orangtua dan juga negara untuk mengasah agar bakat-bakat itu terus bersinar. (Rio/M-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved