Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
ENAM pilar besar bercat putih berdiri gagah menopang bangunan Museum Gedung Joang 45.
Hiasan umbul-umbul memperingati HUT ke-71 kemerdekaan Indonesia masih terpasang di gedung yang terletak di Jalan Menteng Raya No 31, Kebon Sirih, Menteng Kota, Jakarta Pusat.
Dari luar, bangunan museum Gedung Joang 45 bekas Hotel Schomper pada masa Hindia-Belanda itu tampak megah.
Sayangnya, kemegahan itu tidak diimbangi dengan fasilitas museum yang memadai.
Hal itu mungkin yang menyebabkan masyarakat malas datang ke Museum Gedung Joang 45.
Untuy Supardi, pemandu Museum Joang 45, mengatakan setiap hari jumlah pengunjung yang datang kurang dari 10 orang.
Bahkan, momentum hari kemerdekaan, kemarin, tidak mampu menarik perhatian masyarakat datang ke sana.
Museum yang dulu menjadi pusat diskusi Pemuda Menteng 31 prakemerdekaan, seperti Adam Malik, Sukarni, Chaerul Saleh, dan AM Hanafi, luput dari kunjungan masyarakat.
"Pengunjung ramai pada Sabtu dan Minggu saja. Di hari-hari lain tidak lebih dari 10 atau 15 orang saja. Padahal, harga masuk museum sangat terjangkau," ungkap Untuy.
Tiket masuk dewasa seharga Rp5.000, mahasiswa Rp3.000, dan pelajar Rp2.000. Setiap harinya hanya ada Untuy dan satu orang lain yang berjaga di loket.
Penjaga loket bisa merangkap menjadi pemandu museum. Bahkan, tak jarang petugas keamanan mengambil alih tugas menjaga loket.
Tidak berfungsi
Dari pantauan Media Indonesia, kemarin, hingga pukul 12.00 hanya ada empat pengunjung yang datang ke sana.
Mereka terlihat tengah mencermati benda-benda peninggalan masa penjajahan Jepang dan Belanda.
Ada dua fasilitas TV layar sentuh, sayangnya tidak beroperasi.
Ruang audio visual juga tidak selalu memutar film bersejarah.
Untuy menambahkan fasilitas audio visual hanya beroperasi jika ada pengunjung yang meminta.
Gedung Joang 45 terdiri dari ruang pendahuluan.
Di ruang itu diperkenalkan siapa saja tokoh-tokoh Pemuda Menteng 31.
Ada ruang masa penjajahan Jepang, ruang Diplomasi RI, ruang NKRI, area foto, dan area audio visual.
Di ruang NKRI, beragam media sejarah dipajang, seperti miniatur, patung pahlawan, benda asli peninggalan tokoh-tokoh pejuang 45, foto, dan buku.
Di bagian belakang Gedung Joang 45 terdapat ruang pameran tiga mobil dinas yang sempat digunakan Ir Soekarno dan Mohammad Hatta.
Satu pemandangan lucu terlihat di dalam lemari di ruang pameran.
Sejumlah buku yang tidak memiliki nilai sejarah ikut dipajang.
Misalnya, buku sejarah untuk siswa SD dan beberapa buku sejarah yang bisa ditemukan di toko buku.
"Iya nih... untuk apa ada buku-buku ini. Tidak ada nilai sejarahnya," keluh Azwar Anas, 25, salah seorang pengunjung.
Museum bekas Asrama Pemuda Menteng itu juga dilengkapi dengan dua ruang perpustakaan.
Satu perpustakaan terletak di sisi kiri belakang gedung utama.
Media Indonesia tidak bisa melihat koleksinya karena terkunci.
Tidak ada papan pengumuman atau alasan yang jelas mengapa perpustakaan tersebut dikunci.
Satu perpustakaan lainnya ada di lantai dua gedung Dewan Harian Nasional (DHN) 45.
Gedung DHN terletak tepat di belakang gedung utama.
Koleksi bukunya cukup banyak, sayang buku-bukunya dipenuhi debu di lemari.
Pengunjung tidak bisa menyentuhnya untuk membuka dan mengetahui isinya.
Penjaga di sana hanya ada satu orang.
Ia menatap dengan heran saat melihat orang yang masuk ke perpustakaannya.
Raden Hazairin, Sekretaris Umum Dewan Harian Daerah (DHD) Angkatan 45 Provinsi DKI Jakarta, menyayangkan pengelola Museum Gedung Joang 45 tidak gencar menarik minat pengunjung.
"Napak Tilas Proklamasi yang berlangsung Rabu (17/8) juga merupakan inisiatif DHD sejak 1980," ungkapnya. (J-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved