Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

Lima Hari Jadi Diplomat

Aulia Muhammad Jurusan Jurnalistik Universitas Sumatera Utara
02/8/2015 00:00
Lima Hari Jadi Diplomat
mediaindonesia.com(DOK. PRIBADI)

"INDONESIA itu di mana?" sebuah pertanyaan menghujam harus mereka telan ketika berkenalan dengan delegasi negara lain.

Namun, pertanyaan itu pula yang semakin membakar semangat mereka untuk menunjukkan taring Indonesia dan membuktikan negerinya tidak pantas diremehkan.

Ketiganya, mahasiswa Universitas Indonesia (UI), terdiri atas Chandra Anwar mahasiswa Fakultas Hukum 2012, Asti Shafira mahasiswa Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) 2014, dan Mayang Krisnawardhani mahasiswa Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) 2013.

Mereka ialah delegasi yang mewakili Indonesia di Singapore Model United Nations (MUN) Juni lalu.

Mereka berhasil meraih penghargaan Honorable Mention, setara juara 3 pada ajang kompetisi simulasi sidang PBB.

Di ajang MUN, mahasiswa berperan sebagai seorang delegasi dari negara yang diperankannya dan mengelaborasi isu-isu internasional untuk menyelesaikan masalah-masalah spesifik, seperti pertahanan dan kesehatan, sesuai dengan prosedur sidang PBB.

Simak cerita mereka tentang persiapan dan target mereka ke depan yuk!


Sejak kapan ikut MUN?

Mayang: Saya tahu MUN dari 2012, sejak masih SMA, tapi baru benar-benar ngikutin waktu masuk kuliah karena kebetulan di UI ada UKM yang menaungi MUN.

Jadi, bisa lebih fokus dan belajar lebih dalam lagi tentang MUN.


Apa sih yang seru dari MUN?

Chandra: Ya, ini kesempatan mewakili Indonesia ke luar negeri.

Alasan yang membuat saya aktif terus ialah pada dasarnya, saya suka pidato, public speaking, dan saya suka bahasa Inggris.

Jadi, hal itu yang membuat saya memilih MUN ketimbang UKM-UKM lain walaupun ada yang sejenis.

Mayang: Karena dulu saya sempat mengikuti debat bahasa Inggris.

Namun, waktu saya mengetahui lebih dalam tentang MUN, itu bukan hanya melatih kita untuk berdebat saja, tapi kita juga bisa belajar bernegosiasi, atau belajar cara menulis undang-undang yang menurut saya untuk ke depannya akan membantu saya.


Pengalaman kamu ikut kompetisi?

Mayang: Untuk nasional dan internasional, ditotalin 10 kali untuk keduanya.

Selain menjadi delegasi, saya beberapa kali menjadi moderator dan juri.

Event Harvard World MUN di Seoul yang pernah saya ikuti menurut saya paling menarik karena itu salah satu MUN yang paling besar di dunia, ada sekitar 2.500 delegasi dari semua negara.

Chandra: sebagai delegasi sekitar 13 kali, tapi kalau ditotal jadi moderator dan juri mungkin sekitar 20-an untuk MUN.

Pengalaman menarik itu MUN pertama saya ya juga Harvard World MUN. Itu memang MUN terbesar yang pernah saya ikuti.

Asti: Saya mahasiswa baru.

Baru masuk UKM pada 2014.

MUN Singapura itu yang pertama kali saya ikuti.

Lima hari berturut-turut konferensi dan bertukar pikiran mengenai topik keamanan di Asia Pasifik.

Itu menantang saya karena basis saya kesehatan, tapi ternyata saya dapat konsul yang tentang keamanan, jadi itu cukup menarik dan menantang.

Manfaat yang dirasakan dari keaktifan di MUN?
Mayang: Kemampuan bernegosiasinya bisa kita pakai waktu interview pekerjaan.

Kita juga akan lebih percaya diri saat ngomong sama orang lain.

Kita belajar menulis dokumen.

Itu akan membantu saat ngerjain tugas atau bikin paper yang base-nya itu pakai bahasa Inggris.

Chandra: Menurut saya, yang paling bermanfaat dari MUN ialah kita punya jaringan.

Sejak saya ikut MUN, teman saya dari nasional dan internasional itu bertambah sangat banyak.

Selain jaringan, di MUN, kita belajar bagaimana caranya berpolitik, bernegosiasi, dan berdiplomasi.

Keterampilan yang dilatih dalam MUN?
Chandra: Pada dasarnya, kita punya empat skill yang dilatih dalam MUN, yaitu public speaking, negosiasi atau berdiplomasi, membuat dokumen resolusi untuk mengatasi sebuah permasalahan, dan yang terakhir ialah research.

Gimana rasanya bisa bawa nama Indonesia di ajang internasional?
Mayang: Saya merasakan waktu di sana, terkadang orang dari luar kenalan sama kita, ditanya 'eh negaranya dari mana?', 'Indonesia', pasti mereka shocked. 'Indonesia itu di mana?'.

Kalau kita bisa menunjukkan taring kita sebagai orang Indonesia, mereka bisa lihat 'ternyata kita enggak bisa segitu ngeremehin orang Indonesia, ternyata orang Indonesia juga punya kualitas'.

Jadi, kita menunjukkan orang Indonesia juga ada kok yang bisa bertanding untuk panggung internasional dan bahkan mungkin mengalahkan beberapa orang di luar sana.

Chandra: Apa yang membedakan MUN Singapura dengan lomba MUN lainnya?
Pada dasarnya, MUN di Singapura itu cukup berbeda dari yang diterapkan di Indonesia atau di lomba yang sering saya ikuti.

Mereka lebih memfokuskan pada debat, lebih menekankan bagaimana membuat pidato yang bagus, pidato yang berisi, dan pidato yang menyelesaikan masalah ketimbang diplomasinya.

Sementara itu, kalau di PBB, kita lebih berfokus pada diplomasi.

MUN Singapura diikuti negara mana saja?
Mayang: MUN Singapura diikuti 20-an negara, rata-rata dari Asia, terutama 10 negara ASEAN, beberapa dari India, Italia, negara-negara Timur Tengah, seperti Pakistan dan Israel, dan Amerika juga ada.

Perwakilan Indonesia di MUN Singapura?
Chandra: Selain kita, dari Indonesia itu ada dari Brawijaya, STAN, dan dari President University.

Persiapan khusus untuk MUN Singapura?
Karena ini MUN Singapura, kita sangat menekankan bagaimana kita membuat speech yang bagus, speech yang berisi, dan pidato yang benar-benar memukau yang membuat orang terperangah melihatnya. (Chandra)

Untuk tim Singapura sendiri, kita mulai bentuk dari Februari.

Semenjak itu, dari Maret hingga Juni, kita ada intensif pelatihan.

Pelatihannya itu dua kali seminggu dan itu melatih dari empat kemampuan, yaitu research, speech, negosiasi, dan lainnya. (Mayang)

Seleksi mengikuti MUN Singapura?
Chandra: UI tidak pernah asal ngirim peserta, kita ngelatih mereka 3 sampai 4 bulan sebelumnya.

Kita ada proses seleksi tiga tahap, yaitu mengumpulkan CV dan esai, melakukan simulasi untuk melihat bagaimana mereka tampil, dan interview mengenai kecakapan mereka untuk mewakili UI dan Indonesia dalam ajang MUN Singapura.

Pendanaan mengikuti MUN Singapura?
Asti: Pembiayaan untuk SMUN dibantu dari pihak UI dan pihak fakultas.

Kemudian kita nyari sponsor juga dan ada tim sponsorship dari delegasi UI buat MUN kemarin. Kebetulan kemarin kita dapat dari BNI.

Kompetitor terberat sejauh ini?
Chandra: Menurut saya dari Venezuela, Belanda, Belgia, Amerika, dan Inggris yang dari Oxford dan Cambridge.

Mereka semua memiliki skill yang cukup dan memang rajin menang di kancah internasional.

Apakah kalian tergabung dalam sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)?
Chandra: Di UI, ada UKM yang bernama Universitas Indonesia Model United Nations Club.

Semua delegasi UI itu harus melalui UI MUN Club. Setiap tahun kita membuka penerimaan anggota.

Tahun ini, kita menerima 125 anggota dari 400 yang mendaftar.

Semua yang mau masuk UI MUN Club itu harus melalui proses seleksi CV, esai, dan wawancara.

UKM itu khusus untuk ikut lomba MUN, kita tidak mengajarkan hal lain selain MUN dan itu dibentuk khusus karena memang ditujukan mendapatkan prestasi di luar negeri.

Agenda berikutnya?
Chandra: Setelah SMUN kita ikut Asia Pasific MUN Conference 29 Juni-4 Juli kemarin, UI menang 4 award, dan mengirim lima juri sekaligus.

Kemudian The European International MUN, yaitu MUN tertinggi di Belanda yang berlangsung dari 13 Juli sampai 17 Juli.

Untuk semester ini, mungkin ini yang terakhir dan semester depan kita akan mulai seleksi lagi untuk MUN-MUN di tahun depan. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya