Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

Terapi Pisau Nano Atasi Kanker Paling Rumit

Rosmery Sihombing
20/7/2016 13:23
Terapi Pisau Nano Atasi Kanker Paling Rumit
(Dok.MI)

MENJADI rumah sakit kanker yang ber­akreditasi Joint Commission International (JCI) dari Amerika Serikat, St Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou (SMCHG), di Guangzhou, Tiongkok, memiliki 18 teknologi pengobatan kanker minimal invasif. Terapi tersebut dipakai untuk menghindarkan pasien dari trauma luka besar akibat operasi dan kemoradioterapi konvensional.

Akhir Juni lalu, rumah sakit yang hampir berusia 11 tahun itu mengundang sejumlah wartawan dari beberapa negara ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam, serta wartawan dari Tiongkok.

Selain untuk menghadiri peresmian atau peluncuran nama baru dari Modern Cancer Hospital Guangzhou (MCHG) menjadi St Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou (SMCHG) pada 3 Juli 2016, para wartawan tersebut juga diperkenalkan dengan berbagai teknologi dan fasilitas yang dimiliki rumah sakit tersebut.

Bahkan, para wartawan ikut menyaksikan livesurgery lewat video dengan menggunakan terapi jiru.

Menurut General Manajer di Departemen Internasional Lin Shaohua, para wartawan yang diundang ialah dari negara-negara yang mana SMCHG mempunyai kantor perwakilan dan pasien dari negara tersebut juga cukup banyak berobat.

Dari sekian banyak terapi minimal invasif yang dimiliki, SMCHG pun memperkenalkan teknologi terapi terbaru buah hasil kerja sama dengan Stamford Singapura, yakni nanoknife (pisau nano).

Terapi pisau nano relatif masih baru dan belum banyak negara yang memilikinya, termasuk di Asia. “Hanya sedikit rumah sakit di dunia yang memilikinya. Selain biayanya mahal, teknologi pisau nano juga hanya dipakai pada kasus tumor padat atau kanker yang sulit dan rumit, seperti kanker anus, kantong empedu, salur­an empedu, pankreas, dan saluran kemih, dan lainnya,” jelas Kepala Dokter Onkologi SMCHG Prof Peng Xiao chi.

Untuk teknologi baru itu, Stamford Singapura pun mengalokasikan dana cukup besar, yakni 20 juta RMB (sekitar Rp40 miliar) di SMCHG.

“Metode nanoknife diharapkan dapat melengkapi kekurangan yang menjadi permasalahan dunia medis selama ini,” ujar Peng sambil menunjukkan cara kerja pisau nano lewat slide.

Lebih lanjut, Peng yang tahun lalu pernah memberikan materi pada seminar internasional tentang kanker di Bali menjelaskan, secara teknis kerja pisau nano ada sedikit kesamaan dengan terapi cryo, yakni dengan suhu rendah. Kalau pisau nano pakai elektromagnetik untuk merusak sel-sel kanker.

Teknik pisau nano, tambah Peng, singkat pengobatannya. Ketika dilakukan ablasi pada tumor padat yang berukuran 3 cm, durasi waktu yang dibutuhkan tidak lebih dari 5 menit. Setiap pasang jarum akan memancarkan ultrashort pulse sebesar 90 mikrodetik. Durasi pengobatan tidak sampai 1 menit. Walaupun terdapat 3-4 posisi ablasi yang saling tumpang-tindih, setelah seluruh proses selesai, jika kondisi pasien memungkinkan, 1-2 hari setelahnya pasien diperbolehkan pulang.

“Umumnya, kalau penanganan tumor atau kanker tidak bisa dengan lagi dengan terapi minimal invasif lainnya, barulah menggunakan pisau nano. Misalnya, tumor berdiameter lebih dari 5 cm dikecilkan dulu dengan pisau nano, baru diikuti terapi lainnya,” tambah Peng.

Membuat kanker mati kelaparan
Selama dua hari mengenal rumah sakit yang terletak di NO 42 Lianquan Road Tianhe District, Guangzhou itu, para wartawan juga diajak menyaksikan proses langsung terapi intervensi lewat video oleh Profesor Zha Huangqi.

Proses terapi yang berlangsung sekitar 45 menit itu dilakukan terhadap pasien perempuan asal Jerman berusia 78 tahun yang menderita kanker ovarium, tetapi sudah menyebar ke hati.

Setelah pasien dibius lokal sekitar panggul, dokter lewat panduan CT membuat sayatan kecil 2 mm dan memasukkan kateter melalui pembuluh darah. Obat di­suntikkan melalui pembuluh darah arteri ke pusat tumornya, kemudian di embolisasi (disumbat) pada pembuluh arteri yang menghubungkan pusat tumornya. Hal itu untuk membuat tumor kehabisan darah, tidak mendapatkan nutrisi, dan pada akhirnya mati kelaparan.

“Memasukkan obat lewat arteri dan vena berbeda efeknya meski sama-sama menggunakan obat kemo. Kalau melalui arteri langsung ke target sel kanker. Pembuluh arteri juga lebih besar. Efektivitas pembunuhan sel kankernya lebih banyak lewat arteri,” jelas profesor Zha.

Obat yang dimasukkan ke pembuluh arteri, tambah Zha, 90% lebih baik bila dibandingkan dengan lewat vena. “Kelebihan terapi intervensi, sayatan lukanya lebih kecil, lebih fokus bekerja langsung ke kanker, obatnya langsung sehingga efektif pula kerjanya,” ujarnya lagi.
Setelah memasukkan obat, kateter dicabut dan luka ditutup perban.

Seusai menyaksikan proses terapi intervensi tersebut, para wartawan pun diajak berkeliling melihat fasilitas di rumah sakit dan kamar perawatan pasien.

Di ruang perawatan pasien internasional disediakan dua tempat tidur, yakni untuk pasien dan yang menemaninya dengan kamar mandi di dalam ruangan. Selain itu, disediakan pula dapur untuk memasak yang letaknya terpisah dari ruang perawatan.

“Untuk kamar standar ini sekitar Rp400 ribu-Rp500 ribu per hari,” ujar Consulting Manajer MCHG Jakarta, Monica sari. (H-2)

[email protected]



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya