Survei yang dilakukan oleh Health Collaborative Center (HCC) pada September - November 2022 menunjukkan bahwa masyarakat menganggap bahwa stunting bukanlah kondisi medis atau penyakit yang serius. Menanggapi hal itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan, hal itu perlu diluruskan.
Ia menyebut, dalam pemahaman medis, stunting memang bukanlah penyakit yang bisa mengancam jiwa. Namun, stunting bisa mengancam kualitas dan produktivitas bangsa. Sehingga perlu penanganan yang serius.
"Bagi kami dokter, penyakit yang sangat berbahaya adalah mengancam keselamatan jiwa. Tapi stunting memang tidak boleh diremehkan karena mengancam kualitas dan produktivitas. Akhirnya juga kualitas individu, kualitas hidup, produktivitas hidup kesejahteraan hidup," kata Hasto saat dihubungi, Rabu (14/12).
Untuk itu, kata dia, edukasi secara masif terhadap pentingnya pencegahan stunting di masyarakat harus dilakukan. BKKBN sendiri telah melakukan sosialisasi itu dengan membuat program pranikah, pemeriksaan kehamilan, hingga memberikan vitamin bagi orang yang akan menikah dan tengah hamil. Hal itu dilakukan secara konsisten di setiap wilayah Indonesia agar prevalensi stunting dapat ditekan.
Hasilnya, Hasto menyebut bahwa pemahaman stunting masyarakat Indonesia meningkat secara signifikan. Dari yang tadinya masyarakat yang mengetahui stunting baru mencapai 10% di 2007, meningkat jadi 70% di tahun 2021.
"Meskipun itu kan baru pernah mendengar, tapi tahu persis stunting itu apa, kemudian stunting itu bagaimana cara pencegahannya, tentu masih jauh. Tapi minimal sekarang ini baru mensosialisasikan dulu bahwa mereka sudah tahu mendengar, stunting itu seperti apa. Artinya ini sudah mendapatkan perhatian. Karena memang sosialisasi di masyarakat kan butuh tahapan," pungkas Hasto. (OL-12)