Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
PENYATUAN kalender Islam atau Hijriah dinilai sangat mendesak dan relevan untuk diakui umat muslim. Sebab dengan unifikasi kalender, perbedaan penetapan awal Ramadan dapat dihilangkan.
menyatakan, jika dibiarkan penetapan awal Ramadan yang kerap berbeda, akan memecah kesatuan dan kesatuan bangsa.
Menurut dia, pentingnya penerapan kalender Hijriah global didasari oleh banyaknya hal negatif yang dilahirkan karena ketiadaan kalender Hijriah yang digunakan oleh umat Islam sedunia. Satu di antaranya ialah potensi perbedaan jatuhnya tanggal hijriah di lokasi permukaan bumi dengan lokasi lainnya.
"Mengingat selain perbedaan kriteria sistem kalender juga masih adanya perbedaan antara hasil hisab dan rukyat yang menjadi eksekutor masuk tidaknya bulan baru," kata Suyatno dalam Seminar Nasional Kalender Islam Global di Kampus Uhamka, Jumat (17/6).
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, yang juga hadir mengatakan, penyatuan kalender Hijriah akan memberi manfaat besar bagi umat dari berbagai aspek. Pada aspek sosiologis akan memperkuat kesatuan umat Islam di segala penjuru. Adapun pada aspek pengetahuan dan teknologi akan menjadi sarana elaborasi ilmu falak, ilmu fikih, teknologi astronomi, dan telekomunikasi.
"Manfaat yang ditunggu-tunggu ialah ketika umat Islam bisa menjalankan ibadah secara bersamaan karena tidak adanya perbedaan penentuan waktu awal puasa, penentuan Hari Raya Idul Fitri hingga wukuf di Arafah," katanya.
Lukman menjelaskan, penyatuan kalender ini juga akan memudahkan penghitungan zakat sebagai strategi optimalisasi ekonomi umat. Bagi pemerintah, kepastian penghitungan kalender amat mempengaruhi banyak hal seperti penetapan cuti bersama yang tepat karena menyangkut aspek transportasi mudik, distribusi barang, hingga harga sembako serta operasional perbankan.
Oleh karena itu, jelasnya, sejak dua dekade silam, Kemenag sudah menaruh perhatian serius terhadap standar penetapan awal Ramadan ini.
Adapun menyoal kapan penyatuannya sendiri bisa diberlakukan, Lukman menjawab, pemerintah terus mengupayakan hal tersebut. Diskusi yang sudah dilakukan civitas akademika yang didukung oleh pemerintah juga perlu didukung oleh ormas keagamaan agar ada kesamaan cara pandang menentukan 1 Ramadan.
Sementara itu, Wakil Rektor IV Bidang Al Islam dan Kemuhamadiyahan Uhamka Zamahsari menegaskan, unifikasi kalender Hijriah sangat urgen bagi umat muslim. Sebab, sejatinya tidak akan ada peradaban Islam jika kalender Hijriah globalnya tidak ada.
Selain itu hal ini menjadi penting karena pelaksanaan kegiatan agama disesuaikan dengan kalender Hijriah. Dampak buruk tidak adanya unifikasi kalender islam, lanjut Zamahsari, ialah persoalan zakat. Jika memakai kalender Masehi, ada 11,5 hari yang tidak terbayarkan sebagai dampak selisih hari antara kalender Hijriah dan Masehi dalam setahun.
"Jika berlangsung selama ratusan tahun, maka ada diskon zakat yang tidak terbayarkan. Seorang ahli menghitung kita punya potensi zakat yang tidak terbayarkan hingga US$5 triliun dan menjadi hutang peradaban," ungkapnya.
Lukman menuturkan, penyatuan kalender Hijriah tidak mustahil dilakukan asalkan ada marwah untuk bersatu menyamakan persepsi. Namun, Menag menyebut ada tiga syarat, yakni pertama otoritas tunggal yang menjaga sistem kalender tersebut, lalu ada kriteria yang disepakati semua pihak dan batas wilayah yang jelas.
Ia pun berharap semua pihak yang berbeda pendapat mendapat titik temu dan urusan rukyat dan hisab itu pun tidak menjadi suatu beban lagi. "Saya harap rekomendasi hasil seminar ini bisa ditindaklanjuti karena Kemenag mendambakan masukan akademis terkait kalender sehingga ke depan ada panduan yang bisa menjadi acuan dalam menjalani kehidupan keagamaan di tengah kemajemukan kita," ujarnya. (Ant/OL-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved